17.7.07

Lembar Baru Bersama Atasan Baru



Tak dipungkiri bahwa teknologi informasi (TI) saat ini telah menjadi ujung tombak kemajuan sebuah instansi. Tak terkecuali, perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, sengaja atau tak disengaja juga telah terseret dalam kancah pertempuran maya. Tak berlebihan bila perang dingin untuk menaikkan "grade" kemampuan pemanfaatan TI pun berlangsung seru. Tiap perguruan tinggi sibuk mencari strategi, tak terkecuali dengan apa yang terjadi di ITS.

ITS Online (pers berita online ITS) yang merupakan corong keluar ITS praktis menjadi salah satu ujung tombak lambang kemajuan perguruan tinggi. Berdiri sejak tahun 2001, lembaga yang sejak awal berdirinya berada di bawah HUMAS ITS ini telah banyak memberikan sumbangsih atas kemajuan ITS. Khususnya turut serta memperkenalkan ITS ke khalayak nasional dan internasional. Nampaknya image building memang telah berjalan mulus dan sukses sebagaimana yang diharapkan.

Namun, itu semua tidaklah diperoleh dengan hanya "nyambi" berleha-leha, butuh perjuangan keras. Diceritakan betapa susahnya ketika para srikandi pers ITS merintis media ini pada awal mula berdirinya. Kantor numpang di Humas, komputer hanya sekitar dua buah, orang-orangnya belum begitu dikenal. Apalagi ditambah dengan kondisi teknoloi informasi yang masih sangat belum mendukung. Namun berkat ketelatenan, keuletan, dan semangat yang mereka miliki akhirnya pers kampus kita berkembang seperti sekarang.

Meski telah kenyang makan garam, tak berarti corong ITS ini telah mencapai kondisinya yang paling sempurna. Belum, masih banyak yang harus diperbaiki demi mempertajam taji kampus di era TI. Dan akhirnya titik terang itu pun muncul, ya setidaknya menjanjikan sebuah harapan. Setelah satu periode "dibekukan", jabatan pembantu rektor (PR) IV ITS akhirnya dihidupkan kembali dengan pemegang kendalinya Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD dari Fakultas Teknik Kelautan ITS. PR IV menfokuskan kerjanya pada bidang kerjasama dan pengakuan internasional (internationally recognized) dan akan menangani bidang kerjasama dengan pihak luar, komunikasi atau humas, hukum, dan internasional. Jadi, jika dilihat dari fungsinya, maka secara strukutural Pers ITS berada tepat di bawah PR IV ITS.

Dengan adanya sedikit pergeseran ini memang secara teknis tak berpengaruh pada kinerja para wartawan kampus. Namun dari sisi tuntutan moral dan tanggung jawab, beban mereka akan bertambah besar.Yah paling tidak kini ada sedikit moral pressing dari atasan.

Dan mengawali hubungan baru dengan atasan yang baru, maka pada Senin (16/7) diselenggarakanlah pertemuan yang mungkin akan menjadi salah satu hari bersejarah dalam perjalanan hidup pers ITS. Bertempat di ruang sidang PR IV lantai dua gedung rektorat ITS pertemuan antara wartawan kampus dan PR IV ini membahas segala apa yang berkenaan dengan pers ITS. Mulai background, kekurangan infrastruktur, policy law untuk wartawan kampus, hingga strategi pers ke depannya.

Pertemuan dua belah pihak ini memang hanya sebuah awalan, tapi memiliki arti yang sangat penting. Ya, Lembaran baru telah terbuka. Pihak rektorat kampus akhirnya mulai membuka mata lebih lebar akan peran badan pers ini. Meski kesadaran ini juga sedikit dilatarbelakangi adanya tuntutan dari segi penguasaan TI. Salah satunya, ITS yang merupakan gateway Inherent Indonesia timur sudah barang tentu harus memiliki corong informasi yang lebih dari perguruan tinggi lainnya.

Tak beralasan memang, ITS akan terus berbenah demi arti sebuah kemajuan dan pengakuan. Misi Word Class University secara optimis telah ditatap oleh para pandega pembangun kampus yang terdiri dari mahasiswa, dosen, karyawan, dan seluruh elemen yang telah membantunya. Dengan dikawal pencintraan hegemoni media yang handal salah satunya, kita semua tentunya yakin bahwa apa yang kita mimpikan bukanlah khayalan. Setapak dari sekian ribu tapak telah kita wujudkan. Apakah kita akan berhenti begitu saja? Semoga saja tidak.

Oleh : Labib fayumi
FTIf-ITS

14.7.07

Malam dalam Dzikir



Bintang-bintang bercahaya gemerlap
kelap-kelip kedip mengerjap
dibalik gelap insan terlelap
sambil mengharap
lantunan dzikir ubaid dalam senyap

bersama malam kelam
dan iringan awan
mereka tersenyum masam
tak ketinggalan
sayup bayu bunyi menderau
seakan mengingatkan
akan keafdlolan qiyam

sepertiga malam
bintang berbinar
malam hening menjaga kesunyian
anging pun tak ketinggalan
ia bersorak
menyibak derak arakan awan
sang bulan?
oh ia tersenyum mesra
semuanya ...
bertasbih dzikir memuji
pada rabbi yang maha suci

Rabbana, Yaa maulana
syahidnaa ila 'abdika
syahidna ila 'abdika
fii anaa illaili haadzaa
suka cita pun menggema
berdoa ...
mengiringi ubaid yang memerangi hawa

lisan-lisan suci pun mulai bergaung
mendzikirkan asma mulia
maghfirotan ...
rahmatan ...
wa barokatan ...
indah bertebaran
menghias malam kelam
yang penuh ketentraman


By : Labib Fayumi
FTIf-ITS

10.7.07

Kalut



ku dengar jerit tangisan
sayup pula terdengar erangan
seakan menahan rasa kesakitan
ku kebingungan
siapa gerangan?

kalut berkabut
hatiku tak menyahut
aku berusaha bersuara
memanggilnya ...
tapi ia rupanya
sama s'kali tak ingin menyua

aku merajuk
menangis tuk membujuk
tapi sia-sia ...
dan sia-sia
menyesal
tak berdaya

gersang
hatiku bak terbuang
maki diri pun tiada henti
kenapa ... mengapa ...
begitu mudahnya ku terlena
tunduk takluk pada nafsu
terperdaya
betapa mudahnya

rona hatiku t'lah membuang muka
bukan benci
bukan lari
tapi sebaliknya
hawa nafsuku t'lah melemparnya
menyakitinya
kini yang terdengar hanya tangisan
ya ... itu yang kurasakan
seandainya ia ku perhatikan
dan kuabaikan
semua
jeritan mulianya ...

By : Labib Fayumi

1.7.07

Memoria Perang Ambon, Ladang Merebut Surga









Thola'al badru 'alaina min tsaniyyatil wada' wajabassyukru 'alaina ma da'a lillahi daa', senandung shalawat badar terdengar begitu merdu, menggetarkan hati-hati insan beriman, mengingatkan akan pujian kepada nabi pujaan. Begitu pula dengan apa yang kurasakan saat itu, aku tercenung sesaat demi merasakan gelora semangat yang terkandung di dalamnya.

Keheninganku pecah tatkala temanku, bukan, mungkin lebih pantas dikatakan bapak-bapak (beliau berasal dari Ambon dan sekarang sedang menempuh S2 di ITS), menceritakan bagaimana shalawat ini menjadi penyemangat para mujahid ketika pecah konflik Islam-Kristen di Ambon.

Manakala shalawat badar berkumandang di masjid-masjid seantero kota Ambon, itu pertanda bahwa pasukan besar mujahidin sedang diberangkatkan. Isak tangis pun turut mengiringi keberangkatan para mujahid. Suasana haru itu begitu terasa terutama di Masjid Agung Ambon.

Mengapa banyak isak tangis?Tak lain, shalawat badar ini ternyata mengiring mujahidin yang terdiri dari pasukan berani mati, istimewanya mereka semua adalah anak-anak yang seharusnya masih menikmati indahnya bermain kelereng di pelataran. Dengan berbaju putih, berselempang sebilah pedang, bersabuk untaian granat rakitan, dan memakai ikat kaki ala ninja bocah-bocah ini dengan mantapnya melangkahkan kaki, melewati barisan umat muslim yang berjajar mendoakannya, menuju pintu gerbang masjid yang beberapa puluh meter jauhnya. Konon, ketika pasukan istimewa ini diberangkatkan, tak seorang pun diperkenankan lewat di pintu gerbang masjid. Jika ada yang berani melakukannya, maka tebasan pedang imbalannya.

Mereka tak bermain perang-perangan, sekali lagi mereka sedang tidak bermain, ini adalah perang sungguhan. Bocah-bocah tersebut memang telah memilih mendarma baktikan jiwanya untuk agama dan tanah airnya. Sampai di sini aku merasa air mataku hendak menetes, ku lihat rona bapaknya ternyata beliau juga menahan haru demi mengingat masa-masa perang Ambon yang pernah dialaminya."Kita-kita ini, yang tua-tua memang bisanya ngomong saja, tapi kalau ditawari siapa yang bersedia turun jihad ternyata ga' ada yang mau. Malah kalah dengan bocah-bocah yang seharusnya menetek sama ibunya," ujar beliau sendu.

Lebih mengharukan lagi, ternyata para mujahid kecil ini telah berwasiat khususnya kepada kaum ibu-ibu agar dirinya didoakan gugur dimedan laga sebagai syuhada."Bu, doakan saya gugur dalam perang ya bu, doakan saya agar saya tak kembali", kontan saja hati ibu mana yang tak tersentuh akan harapan mulia dari seorang bocah yang masih begitu polos. Ibu-ibu yang dipamiti pun tangisnya makin menjadi, ujar mereka," Duh nak, kalau anak gugur, siapa yang akan melidungi ibu nantinya".

Aku benar-benar menangis mendengar cerita bapaknya, bagaimana bisa ya bagaimana bisa seorang bocah bisa mengerti akan besarnya makna nilai jihad, terlebih lagi ketenangan yang mereka miliki, sungguh aku merasa sangat kecil jika dibandingkan dengan mereka.

Tak sia-sia, dari pengorbanan mujahid kecil inilah salah satunya yang membawa kemenangan dan kewibawaan umat Muslim di Ambon. Di ceritakan, tatkala sholawat badar bergemuruh menggema mengiringi majunya pasukan berani mati ini, ayam jago sekalipun tak berani untuk berkokok, tunduk, hormat dengan lewatnya pasukan suci. Tak main-main pernyataan ini langsung diutarakan oleh salah seorang pasukan umat Kristiani.

Hingga satu waktu, muncul satu pahlawan kecil terkenal bernama Syam. Tanpa diketahui asal-usulnya, bocah bernama Syam ini sempat membuat kecut nyali pasukan Kristiani. Bahkan kepala dari Syam sempat dihargai 10,5 juta bagi yang berhasil membunuhnya. Namun, pada akhirnya Syam pun gugur sebagai syuhada. Waktu itu Syam salah ambil senjata, senjata yang ia gunakan adalah hasil rampasan dari pihak TNI oleh beberapa oknum pasukan Muslim sendiri. Nampaknya akibat menggunakan senjata tak halal inilah sehingga saat itu dari pihak muslim banyak jatuh korban dan salah satunya adalah Syam.

Mendengar cerita bapaknya, hati saya menjadi heran sekaligus sedih mengapa perang Ambon hanya disebut sebagai kerusuhan?Seharusnya bukan, itu adalah benar-benar perang. Pemindahan kata perang ke kerusuhan ini tentunya akan mengurangi ghirah umat muslim di daerah lain yang tak tahu-menahu akan keadaan sebenarnya. Tapi, beruntung benar-benar beruntung, aku menjadi salah seorang yang mendengarkan secara langsung cerita perang Ambon dari seorang saksi mata sekaligus "korban" dari perang Ambon itu sendiri.

Oh Maluku, Jaziiratul Muluk, Negeri Seribu Raja semoga kedamaian selalu menyertainya seiring makin mewanginya kubur-kubur para syuhada yang telah mengorbankan jiwa untuk membelanya.

By : Labib Fayumi
Ftif-ITS