10.12.08

'Tuk Some One yang Menaruh Topi di Lokerku

Masih segar dalam ingatanku, pagi itu aku duduk dengan ta'dzim bersama santri-santri di serambi masjid sebuah pesantren untuk mengikuti aktifitas mengaji. Ini adalah kegiatan rutinku sebelum berangkat ke sekolah. Saat itu aku duduk di kelas 2 SMA. Seperti biasa, suara mbah kyai yang kalem membimbing kami menyelami mutiara-mutiara kalam kitab yang kami kaji. Pen tutulku tak henti menuliskan goresan abjad 'arobi di bawah lafadz yang dimaknai oleh mbah kyai. Tarian miring yang kutuliskan kadang terhenti bila mbah kyai berhenti membaca, beliau menyela. Menaburkan penjelasan indah dari apa yang baru saja dibacakannya.

Seperti biasa, kegiatan pagi itu berlangsung selama satu jam, mulai pukul 05.00 berakhir jam 06.00. Setelah itu, adatnya santri-santri bersiap diri dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang hendak kerja, kuliah, sekolah, atau sekedar piket di pesantren.

Tapi, hari itu ternyata agak berbeda dengan biasanya. Mbah kyai tak langsung beranjak dari tempat beliau. "Wahai...murid-muridku semuanya ...," dengan syahdu beliau memulai wejangannya. Suasana begitu tenang. Ratusan santri yang hadir dengan anteng menunggu apa yang hendak disampikan kyainya. "Ketaatan santri kepada kyai, itulah prinsip dasar penuntut ilmu yang memang selayaknya dipegang teguh oleh seorang santri. Jika diibaratkan, santri itu bagaikan malaikat ...," petuah suci nan sakti itu berkelebatan menembus setiap hati para santri, menggerus segala kepongahan ilmu, melahirkan tawadlu' yang demikian dalamnya. Aku sendiri juga terdiam, terbawa suasana. Sekian dari apa yang beliau sampaikan, salah satu apa yang aku camkan adalah petuah beliau kepada santri untuk memakai tutup kepala. Mungkin, terdengar aneh dan sepele. Tapi, begitulah peraturan di pesantren kami. "Biar ada bedanya dengan yang bukan santri. Penutup kepalanya sendiri bukan berarti harus kopyah, boleh juga memakai topi," demikian wanti-wanti salah seorang pengurus kepadaku suatu hari. Namun, apa pun kata mereka, aku rasa apa pun dhawuh mbah kyai bila itu memang merupakan anjuran agama ya harusnya sami'na wa atho'na. Dan hingga sekarang, untuk masalah menutup kepala ini aku tetap berusaha menjaga meski kadang kala juga terkena penyakit plin-plan.

Topi biru kumal dan bagian depannya bergambar lambang Nike, itulah satu-satunya topi yang ku punya. Ke mana pun pergi, tak lupa ia kubawa. Kecuali jika aku memang malas membawanya. Namun, jika teringat petuah mbah kyai di atas, sekonyong rasa malas itu pun sirna. Tapi akibatnya, topi biru itu pun makin kumal dan baunya nggak karuan. Maklum saja, aku memang jarang mencucinya. Terkadang, aku sendiri juga heran. Kenapa ya untuk urusan sekecil itu saja malasnya tak karuan?

Hingga akhirnya, selepas Idul Adha Selasa (9/12) kemarin, aku melihat sesuatu menjorok dari lokerku. Saat itu hendak berangkat kuliah. Heran. Segera kuambil benda itu dan... eh? ternyata itu topi. Plastik yang membungkusnya pun masih rapi. Ku cium topi itu, hmmm...baunya pun masih baru. Kutanyakan pada pak Johan, jawabnya,"Paling Emal yang salah memasukkan. Lokernya kan di atasmu." Emal datang, dia pun kutanya. Jawabannya ternyata sama saja, ia tak tahu.

Ah, masa bodoh. Siapa pun orang yang memasukkannya, ia pasti memang sengaja. Apalagi seingatku, sebelum pulang kampung untuk perayaan Idul Adha, aku sudah memastikan bahwa lokerku tertutup rapat. Dan yang pasti, Mr/Mrs X itu adalah salah satu dari kru kami. Topi ini halal kupakai.

Teruntuk sang pemberi topi yang misteri, aku mengucapkan beribu terima kasih kepadamu. Apapun niatanmu, semoga apa yang telah kau berikan menjadi amalan yang murni di sisi-Nya. Shodaqoh sirri adalah shodaqoh yang mulia. Apalagi, meski secara tak sengaja, kau telah memberikan sesuatu yang dengannya orang yang kau beri dapat istiqomah dengan identitasnya, berusaha menepati apa yang telah diwejangkan sang guru kepadanya. Bila si kikir yang masuk neraka saja mampu mengusir api jahannam dengan kibasan satu-satunya sapu tangan yang sempat ia shodaqohkan, kau berhak jauh lebih dari itu dengan amal-amalmu, tak terkecuali dengan sepotong topi itu. Sekali lagi, terima kasihku kuhaturkan untukmu.

Tapi kawan. Aku tak memungkiri, ada pula rasa penasaran. Meski tak memaksa, alangkah baiknya bila engkau mengaku. Yah, setidaknya bila memang tak bersedia, jawablah tulisan ini dengan meninggalkan sepatah kata komentar di bawahnya. Mau kan? Kau berhak atas pahalamu, ungkapan terima kasih dariku, sekaligus balas budi dariku untukmu. Apakah itu semua belum cukup untukmu? padahal aku hanya ingin tahu : siapakah dirimu?

9.12.08

Suara Merdu Qori'ah Itu Kutemukan Lagi



Dulu, ketika aku masih SMP tak sengaja kutemukan sebuah kaset sholawat bergambar background muslimah cilik dan barisan bocah-bocah santri pada foregroundnya. Aku senang bukan kepalang. Maklum, musik sholawat memang kegemaranku. Meski tak punya koleksi, aku sudah merasa cukup dengan koleksi kaset kang-kang di pondok tempat aku tholabul ilmi. Tak hanya kaset sholawat malah, ada juga kaset-kaset qori' nasional dan internasional.

Kubolak-balik kertas pembungkus kaset itu. Di sana tertera sekilas profil grup sholawat dan vokalisnya. Wow, luar biasa. Aku sungguh terkagum-kagum. Sekilas kubaca, vokalisnya adalah juara cilik MTQ nasional dan ... bahkan ia mendapat pengakuan dari pemerintah Mesir sebagai Ummi Kultsumnya Indonesia. Di kertas kasetnya terpampang gambar piagam dengan tulisan arab di atasnya. Subhanallah ... siapa sih qoriah cilik luar biasa ini? kubaca lamat-lamat namanya, MA...YA...DA...

Kuakui, aku jatuh cinta dengan suara Mayada saat mendengar lantunan nadanya saat melagukan syair-syair Ummi Kultsum. "Memang sangat pantas jika dijuluki sebagai Ummi Kultsumnya Indonesia," pikirku saat itu. Tapi sangat disayangkan, hanya saat itulah aku dapat menikmati suara indah Mayada. Karena kaset tersebut adalah kaset pinjaman, aku tak bisa berlama-lama menikmatinya. Dan hingga tamat SMP, masuk SMA, tamat SMA, masuk perguruan tinggi ... aku tak pernah lagi mendengar suara indahnya. Bila dihitung, sekitar delapan tahun aku tak mendengar nama Mayada.

Seperti biasa, hari ini aku iseng-iseng membuka folder share informatika yang berisi lagu-lagu. Kupilih yang kategori islami. Di dalamnya terdapat folder-folder lagi, macam-macam pula namanya, ada "Arabic Music and Video", "Arabic Song", "Asmaul Husna by feree", "HADDAD ALWI-The Way Of Love", "lagu-lagu islamiah", "Mayada", ... Belum sempat meneruskan membaca folder yang lain, aku tercenung dengan nama folder yang kubaca barusan.

Sudah berkali-kali aku sebenarnya membuka folder share musik. Setiap membaca nama folder ini, Mayada, aku awalnya tak ingin menyentuhnya. Tapi hari itu lain. Mayada? sekali lagi ku eja nama itu. Dan ingatan saat aku menemukan kaset di samping pintu asrama tempat sorogan di pondok itu pun samar-samar terbuka. Betulkah ini Mayada yang kasetnya kutemukan dulu? kubuka folder itu dan di sana tertera sederetan judul sholawat dalam format mp3. Aku masih tak percaya. Kucoba search bahwa nama yang kuingat sebagai Ummi Kulstumnya itu memang benar-benar Mayada.

Dengan tergesa kuputar file mp3 yang berjudul "Ya Badrotim". Dan ... oh ... suara khas itu ... benar-benar Mayada ... huhuhuhuhu. Akhirnya ... akhirnya ... suara indah qoriah cilik itu (dulu, sekarang ia sudah besar tentunya), Ummi Kultsumnya Indonesia, Umi Mayadah, alunan ghoyahnya kutemukan lagi.

25.11.08

Maqamat Arabiyyah dalam Tilawatil Quran

Muqaddimah
Al Quran adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah sebagai petunjuk dan pedoman bagi seluruh umat manusia, dianjurkan agar dibaca dan dihiasi dengan suara yang merdu sehingga dapat memberikan kesan kepada pembaca dan pendengarnya.

Dalam ajaran agama, melagukan ayat suci Al Quran merupakan seni baca yang tinggi nilainya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

"Hiasilah Al Quran dengan suaramu karena suara yang merdu itu menambah bacaan Al Quran menjadi indah"

"Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak melagukan Al Quran"

Maqamat Arabiyyah
Mengingat bahasa Al Quran adalah bahasa Arab maka di dalam melantunkan ayat-ayat Al Quran lebih tepat menggunakan lagu Arab atau yang dikenal Etnomusikologi Arab dengan Maqamat Arabiyyah.

Dalam musik Arab terdapat lebih dari 50 maqam. Maqam-maqam tersebut tidak hanya dipergunakan untuk mengalunkan ayat-ayat Al Quran saja, tapi juga syair-syair Arab yang masyhur. Dari sekian jumlah tersebut yang termasuk maqam pokok (ushuly) antara lain sebagai berikut :

1. Bayyati
2. Hijaz
3. Shaba
4. Rast
5. Jaharkah
6. Sikah
7. Nahawand

Para qari dan qari'ah dalam menamppilkan bacaan Al Quran selalu menggunakan maqam-maqam tersebut di atas terutama dalam event-event Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ).

Dari tujuh maqam tersebut berkembanglah lagi nama-nama maqam yang populer seperti :
Bayyati Syuri
bayyati Khusaini
Ajam
Ajam Usyairan
Bustanikar
Hijaz kar
Hujaz Kar Kurd
Nikriz
Usyaq
Mahur
Zanjaran
Sabr
Salalim
Sikah Turki
Sikah Iraqi
Sikah Raml
Huzam

Maqamat dalam Tausyikh dan Tingkatan Nada
untuk lebih mudah mengenal maqamat Arabiyyah harus belajar muwasyahat atau tausyikh yang disusun dalam setiap maqam karena tausyikh tidak terikat oleh kaidah-kaidah tajwid maka kita akan lebih leluasa berimprovisasi dalam maqam-maqam tersebut.

Muwasyahat atau tausyikh disusun dalam rangkaian sya'ir, ada yang terdiri dari kalimat-kalimat madhirrasul (puji-pujian kepada Rasulullah SAW).

Tingkatan-tingkatan nada dalam tausyikh disesuaikan dengan susunan tangga nada dalam tilawatil Quran, yakni terdiri dari tangga nada sebagai berikut :
Nada Qarar
Nada Nawa
Nada Jawab
Nada Jawabul Jawab

1. Maqam Bayyati
maqam ini sangat populer di Mesir, biasa dibawakan untuk memulai dan mengakhiri bacaan. Dalam MTQ merupakan lagu wajib. Masayarakat Mesir biasa menggunakan lagu ini pada perhelatan, seperti upacara penyerahan mempelai dan juga biasa digunakan pada paduan suara misa suci di gereja.

2. Maqam Hijaz
Maqam ini menggambarkan tarikan khas ketimuran, terkesan sangat indah, lagu aslinya mendasar, sebagian orang mengatakan maqam ini sering dikumandangkan oleh penggembala onta di padang pasir.

3. Maqam Shaba
Maqam ini memiliki karakter halus dan lembut, nuansanya penuh kesediahan sehingga menggugah perasaan (emosi) jiwa. yang melantunkan lagu ini lebih tepat jika memiliki jiwa sentimentil sehingga lagu ini akan nampak karakternya dan lebih bermakna.

4. Maqam Rast
Maqam ini merupakan jenis yang paling dominan bahkan merupakan maqam dasar. Maqam ini paling banyak digemari oleh bangsa Arab. Dalam keseharian maqam ini sering digunakan ketika mengumandangkan adzan. karakteristik lagu ini dinamis dan penuh semangat.

5. Maqam Jiharkah
Maqam ini memiliki irama raml atau minor terkesan sangat manis didengar. Iramanya menimbulkan perasaan yang dalam. Lagu ini sering dialunkan pada saat takbiran hari raya Idul Fitri atau Idul Adha.

6. Maqam Sikah
Maqam ini memiliki karakteristik ketimuran, merakyat, dan mudah dikenali serta familiar. bagi rakyat Mesir, lagu sikah ini sangat populer. Dia memiliki keistimewaan dengan alunan yang cemerlang.

7. Maqam Nahawand
Maqam ini mempunyai karakteristik sedih. Lagu ini sangat sesuai untuk melantunkan syair-syair atau ayat-ayat yang bernuansa kesediahan.

Sekian.



Bunga Rampai Mutiara Al Quran
Pembinaan Qari Qariah dan Hafidz Hafidzah
Pengurus Pusat (PP) jam'iyyatul Qurra' Wal Huffadz

15.11.08

Capture aaah ... ! Tragedi Ruang - Kompas


Sumber : Kompas No. 138 Tahun ke-44, Sabtu 15 November 2008

Televisi penuh sinetron monoton, gosip selebriti, lawak yang berorientasi penonton asal ngakak, program pacaran muda-mudi sekelas mak comblang picisan, dan aneka acara mengadu talenta menyanyi berbungkus gelar IDOLA instant. Acara seperti itukah yang rakyat Indonesia inginkan ? Itukah menu yang pantas disajikan di tengah tatanan masyarakat kita yang sakit terbelit berbagai permasalahan ?

Saatnya pers berubah dan berbenah. Era kini adalah era informasi, akses informasi bagai tak terkendali. Tuntutan serius bagi para wartawan untuk mencari inovasi yang mencerdaskan. Bukan hanya sekedar menggelonjorkan fakta dan mencekoki rakyat dengan berbagai berita atau acara yang tak jelas manfaatnya. Awareness, knowledge, dan skill mutlak untuk ditingkatkan. Kedewasaan pers masih harus terus diperjuangkan. Bila tidak, mau dikemanakan muka kemediaan kita kawan ?

2.11.08

Jerih Payah Kami Tidak Sia-Sia



Huhuhuhu, hiks....ini sungguh membahagiakan. Akhirnya perjuangan kami membawa hasil. Lihatlah gambar di atas. Majalah ITS Point edisi ke empat telah siap terbit. Bahagiaaaaaaa sekali rasanya.

Saat pertama kali melihat lay out cover di atas, aku kagum sekali. SUGGOOOIIII. Keringat para reporter kami sungguh tak sia-sia. Bahkan saya sendiri, meski redaktur, harus terjun ke lapangan untuk melengkapi rubrik yang kurang. Dapat dibayangkan betapa bingungnya kita saat menjelang deadline. Sebuah pengalaman yang luar biasa.

ITS Point edisi 4 terbit bersamaan dengan acara Dies Natalis ITS ke-48, yakni 10 Nopember mendatang. Tak heran bila covernya dibuat begitu elegant. Tahu nggak gambar yang ada di cover depan itu ? Dialah si capung, Widya Wahana, mobil tenaga surya karya mahasiswa ITS. Keren kan? Any way, selamat Dies Natalis yang ke-48 untuk ITS, teruslah berkembang ke puncak kedewasaan. Baktimu adalah bakti kami, melalui tangan-tangan terampil cendekia yang lahir dari kawahmu mari kita bersama membangun negeri ini. Vivaaaaaaat

31.10.08

Melagukan Al Quran



Membaca Al Quran dengan nuansa yang indah tentu dambaan setiap muslim. Namun, keindahan itu tentu tak akan sempurna (atau bahkan dosa) bila Al Quran sendiri dilantunkan tak sesuai dengan kaidah bacaannya (ilmu tajwid). Lagu (nagham) sebagai salah satu komponen penghias tilawatil quran pun demikian. Ia sangatlah erat kaitannya dengan ilmu dan adab membaca Al Quran yang disebut ilmu tajwid. Di sana sudah diatur bagaimana hukum panjang pendek dalam mushaf suci, bacaan ghunnah, ikhfa', idgham, makhraj, dan hukum-hukum lainnya. Al Quran dapat dibawakan dengan jahr (suara keras), sirr (lirih), atau di baca dalam hati.

Dalam Al Quran disebutkan bahwa membaca Al Quran haruslah dengan tartil. Pengertian bacaan yang mujawwad dan tartil saat melantunkan Al Quran di sini setidaknya mencakup enam unsur, yakni bagus bacaannya, bagus tajwidnya, bagus suaranya, bagus lagu dan variasinya, bagus pengaturan nafasnya, serta bagus mimik mukanya (sesuai dengan makna ayat yang dibaca). Lalu, tartil sendiri itu apa? Sayyidina 'Ali Karramallahu Wajhah menjelaskan sebagai berikut : Attartiilu huwa tajwiidul huruf wa ma'rifatul wuquf, "tartil adalah membaguskan huruf-huruf dan mengerti tentang berhentinya bacaan". Ada poin penting yang perlu digaris bawahi dari pengertian yang disampaikan oleh sayyidina 'Ali RA tersebut, "membaguskan huruf".Keindahan bacaan huruf Al Quran hendaknya dijaga bila tidak kemungkinan besar akan merusak makna ayat yang dibaca. Tersirat juga dalam "memperbagus huruf" ini hendaknya kita menjaga agar tak merusak makna Al Quran karena apa yang kita baca didengarkan oleh Allah dan orang-orang mukmin di sekitar kita. Dari sini akhirnya muncul unsur suara. Tak heran kemudian bila Rasulullah bersabda :

"Hiasilah Al Quran dengan suaramu karena suara yang merdu menambah keindahan Al Quran" (HR Ad Darimi)

Dari Al Barra' bin 'Azib RA, ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW :"Hiasilah Al Quran dengan suaramu" (HR Abu Dawud, An Nasa'i dan lain-lainnya)

Jelas sudah bahwa Al Quran dan Hadist sangat menganjurkan agar Al Quran dibawakan dengan bacaan yang bagus, bahkan dengan suara yang merdu karena dengan begitu akan menambah nilai keindahan Al Quran. Suara yang bagus sudah barang tentu tak akan lepas dengan irama yang indah. Anjuran nabi :

"Bukanlah termasuk golonganku barang siapa yang tak melagukan Al Quran.

"Bacalah Al Quran dengan luhun (lagu) dan bentuk suara Arab" (HR Imam Malik dala kitabnya Al Muwatttha' dan Imam Nasa'i dalam sunannya, dari Abu Hudzaifah)

Hal ini diperkuat dengan firman Allah :

"Dan apabila dibacakan Al Quran maka dengarkanlah (baik-baik) dan perhatikanlah (dengan tenang), agar kamu mendapat rahmat"

Dapatkah anda bayangkan? Apakah kita dapat mendengarkan dan menyimak Al Quran dengan nyaman bila bacaan orang yang kita dengarkan makhrajnya amburadul, tidak tartil sama sekali atau istilahnya "grothal-grathul", waqaf di sembarang tempat, nafas yang ngos-ngosan, nada yang tak beraturan, dan suara yang tak dibaguskan? Tentu itu tak cocok dengan keistemewaan Al Quran yang merupakan mukjizat nabi yang terbesar.

Orang yang beriman sangat gemar mendengarkan bacaan Al Quran, terpanggil jiwanya untuk memahaminya, dan mengkaji isi Al Quran. Hatinya akan luluh akan keindahan ayat-ayat Al Quran. Hati yang kasar akan menjadi halus, seperti halnya Sayyidina Umar RA saat beliau mendengarkan bacaan Al Quran Siti Fatimah (adik kandungnya). Allah SWT dalam firmannya menggambarkan :

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah mereka yang apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Nya, bertambahlah iman mereka karenanya dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal"

Dalam riwayat, banyak sekali diceritakan betapa besar pengaruh bacaan Al Quran pada masa Rasulullah terhadap hati orang-orang kafir. Tidak jarang hati kuffar yang pada mulanya keras dan marah kepada Muhammad SAW berbalik menjadi lunak dan bersedia mengikuti hidayah.

Imam Al-Karmany mengatakan bahwa membaguskan suara dalam membaca Al Quran sunnah hukumnya, sepanjang tidak menyalahi kaidah-kaidah Tajwid. Selanjutnya, Imam ibnul Jazari juga menegaskan bahwa bacaan Al Quran yang dapat memukau pendengarnya dan dapat melunakkan hati adalah bacaan Al Quran yang baik, bertajwid, dan berirama merdu. Tapi, meski gaya lagunya merdu tapi tak memperhatikan Ahkamul huruf, Makharijul huruf, dan Shifatul hurufnya maka hukumnya haram.

Dalam satu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Imam Baihaqi dinyatakan :
"Bacalah Al Quran dengan lahan Arab (cara membaca yang baik dari pada orang Arab) dan cara-cara mereka adlam menyuarakannya. Jauhilah gaya lagu golongan fasiq dan hati-hatilah dari gaya lagu ahli kitab (Yahudi dan Nashrani). Sesungguhnya nanti akan datang beberapa kaum yang mengulang-ulang bacaan Al Quran hanya karena lagu seperti yang telah dilakukan para rahib, seolah-olah mereka bukan membaca Al Quran, apa yang mereka baca tidak membekas pada diri mereka, pengagum-pengagum hanya diselimuti fitnah belaka".

Bunga Rampai Mutiara Al Quran
Pembinaan Qari Qari'ah dan Hafidz Hafidzah, Jam'iyyatul Qurra' Wal Huffadz
dengan modifikasi seperlunya


28.10.08

Hooray...! The Next Successor is Coming


ITS Online crew

It's Coming. Finally, our next successor is coming. We said to you, welcome oh the new generation of the ITS Online soldier. Prepare yourself to fight together, to make the name of beloved ITS more famous.

Yeah, We indeed not anyone. But we were special forces that really special. So, made yourself the special one. Prove to us that you were indeed extraordinary.

Your weapon is not anything. It's just a pen and your acuteness of the heart eyes. However, the stability word that was compiled by you each one of it's lines will mesmerise the feeling of millions people in the world that read it. And then, the strength was proven. Who that will affect the further world ?



First stage of Open Recruitment ITS Online 2008

Gooooo and fight....! Be sure that you will be a winner. Good luck ...!

27.10.08

Perbincangan Itu pun Berakhir dengan Undangan

Awalnya aku tak acuh saja. Hiruk pikuknya penumpang kereta ditambah dengan mataku yang sangat berat membuatku memilih untuk memejamkan mata, tidur. Saat sesosok ibu-ibu duduk di sampingku pun, aku malas untuk menengok. Hanya melirik sekilas, kemudian mata kembali terpejam.

Minggu (26/10), kereta api Rapi Dhoho jurusan Surabaya lewat Kertosono ramainya ternyata minta ampun. Beruntung, pada saat tiba di stasiun Tulungagung penumpang kereta masih sepi. Sehingga aku masih bebas memilih tempat duduk. Tapi ketika sudah sampai Ngujang dan stasiun selanjutnya, jumlah penumpang yang naik nyaris tak terkendali. Kursi tempatku duduk saja yang seharusnya cukup diisi dengan dua orang harus terpaksa diduduki tiga orang ditambah satu tas barang. Kontan, aku pun tidur dalam kondisi berdesak-desakan.

Aku baru terbangun ketika Rapi Dhoho berhenti di stasiun Kertosono. Biasanya, di stasiun ini lokomotif kereta dipindah dari depan ke belakang. Jadi, perlu waktu cukup lama untuk menunggu. Ku kucek-kucek mataku. Saat mata terbuka, terlihat barisan penjual pecel di pinggir stasiun. "Pecel...," hatiku sontak bersorak. Maklum saja, sejak berangkat tadi perutku memang kosong.

Ku sambar jaket hitam kumal dan menoleh ke seorang Ibu berkerudung yang duduk di sampingku. "Bu, titip panggen nggih. Ajeng medal sekedap (Bu, titip tempat yaaa. Saya ingin keluar sebentar)," dengan sopan aku mohon titip tempat kepadanya agar tak ditempati penumpang lain. "Ajenge tumbas maem nggih. Titip setunggal nggih Mas (Mau beli makan ya Mas. Titip satu boleh?)," jawab si Ibu sambil membuka dompetnya. Aku yang tak sabar untuk turun segera menjawab,"Yotrone mangke mawon Bu ..." (Uangnya nanti saja Bu). "Niki sek Mas. Ibu mboten gadah yotro pecahan lho (Sebentar Mas, ini. Ibu tidak punya uang pecahan lho)," diulurkannya uang sepuluh ribuan ke tanganku.

Harga satu pecel Rp 2500, jadi dua pecel Rp 5000. Karena pembelinya sangat banyak, si penjual meminta agar uangnya pas. Yah, akhirnya kuserahkan uang lima ribuanku. Saat aku minta tolong untuk memecahkan uang sepuluh ribuan yang kupegang, si penjual berkata kalau tak ada uang receh. Ya sudah.

"Niki Bu, pecel ipun. Ngapunten, ingkang sadean mboten gadah yotro receh damel mecahaken. (Ini Bu, nasi pecelnya. Mohon maaf, kata penjualnya, dia tak punya uang receh untuk dipecahkan)," ujarku sambil menyerahkan nasi pecel pesanan Ibu tadi. Tak ketinggalan uang sepuluh ribu juga kukembalikan. Tanpa menunggu banyak jawaban, aku langsung kembali keluar. Di dalam kereta sangat sesak. Tak nyaman rasanya makan di sana. Lebih enakan makan di luar sambil menunggu kereta diberangkatkan.

Kereta kembali berjalan namun dengan arah yang berlawanan karena kepala lokomotifnya sudah berganti sisi. Aku baru saja membuang botol Aqua gelasku. Segar rasanya menikmati semilir angin dari jendela kereta api, apalagi setelah perut kenyang. Hmmm makin nyaman. Rasa gerah akibat berdesakan lumayan berkurang.

"Minggu begini kereta apinya kok ramai ya," Ibu di sampingku membuka pemicaraan (tentu tetap dengan bahasa jawa yang halus). "Memang bu, mahasiswa dan orang-orang yang kerja di Surabaya kan harus kembali setelah libur akhir pekan," timpalku sambil tersenyum. "Masnya juga bekerja di Surabaya?" tanya si Ibu sambil melihat ke arahku. "Oh enggak Bu. Saya kuliah," jawabku. "Kuliah di mana dan jurusan?" lanjutnya. "Di ITS Bu, mengambil jurusan Teknik Komputer," ujarku kemudian. Dan dari pembicaraan kecil ini akhirnya obrolan kami pun makin panjang. Dia bertanya satu-satu mulai saya angkatan berapa, kostnya bagaimana, cari makannya bagaimana, satu bulan bayar berapa, dulu dari SMA mana, setelah lulus mau ke mana, dan seterusnya. Semuanya ku jawab satu per satu juga.

Dari obrolan tersebut saya pun tahu kalau dia sudah punya cucu (padahal menurutku masih cukup muda, sekitar 40 tahun, lhoooooo ^_^). Dia juga punya putri yang kini kuliah di Universitas Negeri Malang (UM) dan baru masuk tahun ini. Si Ibu juga mengatakan bahwa ia pernah menetap di Surabaya selama 12 tahun namun kini memilih kembali ke desanya di Tulungagung yang lebih terasa nuansa kepedesaannya.

Asyik berbincang-bincang, tak terasa kereta yang kami tumpangi semakin dekat dengan stasiun Sepanjang, tujuan si Ibu. "Kapan-kapan kalau balik ke Tulungagung mampir ke rumah ya," tuturnya tiba-tiba. Saat itu kami memang tengah sama-sama terdiam. Aku hanya tertawa kecil menyambut tawaran itu. "Lho, bener lho. Mampir saja ke rumah, nggak usah sungkan. Sudah punya pacar?" sambungnya lagi, kali ini dia tersenyum lebar. Meski demikian, aku menangkap nada yang tak biasa ketika ia melontarkan pertanyaan terakhir tersebut.

"Masih tholabul 'ilmi Bu, nggak boleh pacaran. Banyak dosanya," segera saja aku menimpalinya. "Nggak apa-apa lho. Apalagi sudah mau lulus. Masa tak ada calon. Putri saya juga begitu, kalau ditanya tentang pacar dia bilangnya, 'masa pacaran dengan sama-sama mahasiswa. Kalau minta pulsa sedikit saja pasti minta ibunya'," tuturnya panjang lebar yang membuatku nggak enak.

"Pokoknya kapan-kapan mampir ya. Alamatnya ..............(si Ibu menyebutkan sebuah alamat+cirinya (maaf disensor^_^)), tahu kan?" desaknya sambil tetap tersenyum. Yah, walhasil saya akhirnya mengalah (maksudnya pura-pura bersimpati hehehehehe),"Kalau saya bertanya ke orang-orang sekitar rumah Ibu, saya harus menyebut nama siapa?". "Tanya saja, di mana rumahnya bu Siti. Pasti, orang-orang di sana semuanya tahu," ujar si Ibu yang mengaku bernama bu Siti tersebut dengan wajah makin berbinar. Waduuuuuuuuuuuuuh. Kok serius betul yah dia sepertinya . Ok Bu, terima kasih atas undangannya.

Dan sejurus kemudian, bu Siti pun mohon diri karena kereta sudah sampai di stasiun Sepanjang. Jam di Hp ku masih menunjukkan pukul 10.00. Bu Siti katanya ke Sepanjang hanya untuk mengambil uang dan sekitar jam setengah 12.00 ia akan kembali ke Tulungagung. Hati-hati di perjalanan ya Bu.

7.10.08

Beberapa Ucapan Hari Raya di Inbox HP

Tak ada awan tak ada hujan, entahlah q pengin skali iseng2 memposting beberapa ucapan hari raya yg ada di inbox hpq. Seperti hari raya di tahun-tahun sebelumnya, banyak temen-temenq yang menjadi "pujangga" dadakan. Q sering tersenyum sendiri klo inget2 fenomena ini :D. Mereka yang biasanya ga' pernah mnulis sekalipun, pas hari raya tiba, sms temen-temen yg masuk ke inbox hampir semuanya jadi sangat-sangat puitis atau bahkan romantis (waks) kok bisa yaaaaa........So selamat membaca n menikmati.

======================================
"Jiwa" kan sepi tnpa "teman"
"Hati" kan mati tnpa "iman"
"Hari" ini adalah "kenyataan"
"Kemarin" adalah "kenangan"
"Esok" adalah "impian"
Awali "hari" dengan senyuman
Sucikan hati,
Jernihkan pikiran dalam menyambut lebaran
Minal aidzin wal faizin,
"Mohon maaf lahir batin yah ^^.."

Catatan :
Penulis sms di atas adalah anggota crew wartawan ITS Online. Sms dikirim saat sore hari beberapa saat sebelum masuk bulan Syawal. Rajin banget yach....^_^
======================================

Jika tngn blm dpt brjbt, lisan blm mengucp, izinkn aq tuk meminta, sejukny samudra maaf, atas lisan yg melukai, janji yg trabaikan, skp yg menyakitkn, dan semua khilaf yang tercipta. Teriring kata, SELAMAT IDUL FITRI, MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN. Nanang Wahyudi sekeluarga.
=====================================

Ass..

V
V

V
V

Wkt trz b'jln
mengglkn bln pnh berkh
wkt kemngn sgr tb dg iringi alunn takbr
Biarlh stiap dtk menuju hr kemngn ne q buat sbg wkt tuk m'untai kt maaf
Maafkn dri yg bxk dosa
khilf lidh yg t'lnjr b'ucp nsta & hti yg tlh b'prsgk
Smg d hr kemngn n wkt2 slnjtx qt dpt m'jd s2org yg bs menjg hti, lidh, n tindkn..Aamiin

[Gambar animasi happy berjingkrak-jingkrak]
S.L.A.M.A.T H.A.R.I R.A.Y.A I.D.U.L F.I.T.R.I 1 S.Y.A.W.A.L 1429 H M.O.H.N M.A.A.F L.A.H.I.R & B.A.T.I.N

[Gambar animasi memberi ciuman dan bunga]

Catatan:
Ini dia sms yang sampai beberapa kali saya harus membacanya. Terus terang awalnya saya tak faham apa maksud barisan huruf V di awal itu (hihihihi). Lalu ada lagi yang membuat sms ini "istimewa" yakni ada animasi memberi ciuman dan bunganya. Wah, kok kesannya romantis yaaa, hehehe (ups dilarang mikir yang aneh2)
======================================

Per piacere, vorrei chiedere perdoni pertutti di torto ! Buon idul fitri Uno Syawal 1429 H. Spirito Le Amiche.

masduq

Catatan :
Saya menerima sms ini malam takbiran. Saat itu saya bersama ibu berbelanja baju dan kue (yang ini tak usah dibahas). Saya membacanya dengan terkagum-kagum. Si pengirim adalah seorang sahabat sperjuangan di Takmir SMA yang saat ini kuliah di jurusan Manajemen Unair. Wah, sejak kapan ya dia belajar bahasa Prancis (betul bahasa Prancis kan?) ? Hebat...hebaat
=====================================

Gema takbir brkumandang yg mnandakn brkhirx bln suci rmadhan, qt smbut hri esok dgn jiwa yg suci,minal aidzin wal faizin. Mhon m'af lahir & batin,juga.
=====================================

Menymbut ksh mrajut cint berbls ikhlas bratp do'a smsa hdup brsimbh khilf & dosa m'nghrap dri dbasuh maaf."MINAL 'AIDZIN WALFAIZIN" mhon maaf lhr&btin.
=====================================

BUKN hy krn amal ibadahq ALLAH m'ampuni dosa2Q tp krn SANG MAHA PENYAYANG m'dengr hatimu ikhlas mmaafkn sql kesalahanQ lhr bthin.'Taqabalallahu Minna Wa Minkum
=====================================

Andai jemari tak sempat brjabat,andai raga tak dpt brtatap.Seiring bedug yg menggema,seruan takbir brkumandang,kuhaturkan salam & maaf mnyambut hari raya idul fitri 1429 H.Taqabalallah minna wa minkum
hanis santoso

Catatan :
Pengirim adalah korlip pers ITS Online. Terkenal sebagai ahli fotografer bahkan namanya dikenal di luar negeri lho.....
====================================

Wish u..

.:Happy Lebaran 1429 H:.
.:minal aidzin wal faizin:.

Sepurane yo rek..^^
_Tyzha_

Catatan :
Sms dari arek Despro ITS, crew wartawan ITS Online. Sms nya sangat minimalis n praktis. Sama dengan prinsipnya orang desain, makin minimalis makin bagus, hohohohohoho. Despro banget Tyz....
===================================

nurahma n Sgenap kru pndkung film "NurahmaKrenBGT" mengucapkan Mhn maaf ats sgl khilaf & dosa.sms yg kamu trima lngsng dr hpq lho
[Animasi mengedipkan mata sebelah]

Catatan :
Pertama kali membaca sms ini tawa saya langsung meledak. Bagaimana tidak, smsnya berbau narsis, khas sifat dari pengirimnya (hahahahaha). Orangnya memang rame. Si pengirim juga anggota crew wartawan ITS. Seneng banget nonton film share2annya Informatika.
===================================

Potato chip without salt is just on the table. Friendship without fault is imposible.Happy Idul Fitri Minal aidzin wal faidzin.(johan asa).

Catatan :
Wah, ini ucapan idul fitri dari atasan, wakil boss besar wartawan ITS Online. Masih single n sebentar lagi lulus. Ada yang berminat? heeeeeee ^_^
===================================

Indahnya keceriaan bersama keluarga dihari nan fitri

Selamat hari raya idul fitri, Mhn maaf lahir & batin

Salam sejahtera bagi kita semua

-Angga & keluarga
==================================

Taqobbalallahu minna wa minkum,shiyamana wa shiyamakum.

Selamat Iedul Fitri 1429 H.

Minal Aidzin wal faidzin.

Mohon maaf lahir & batin.

(Aris S. Lutfianto)

Catatan :
Sangat istimewa, karena sms ini tidak datang dari sembarang orang. Sang pengirim adalah Presiden BEM ITS periode 2008/2009. Wah ..........
=================================

SLpas Snja TibaLh Syawl, Brlalu Rmdn Yg Pnh Brokh. MAri Brzam u/ Itqmh Mjlnkn Amln Rmdn Pd 11 Bln Kdpn.TaqobalallahuMinnaWaMinkum.MhonMaafLhirBtin [Hana_Q]

Catatan :
Ucapan Idul Fitri dari arek Depok. Mungkin pas nulis sms ini dia lagi mbantuin ibunya membuat kue lebaran karena saat balik ke sby dia membawa kue yang katanya home made dia (konklusinya aneh yach ^_^). Pengirim jg anggota crew wartawan ITS.
=================================

Selamat hari raya Idul Fitri 1429H. Semoga kembali fitrah.Minal aidzin wal faaidzin Mohon maaf lahir dan batin.

_Irvan Alphian Zulkarnain_
jgn smpn nmr ini y:D

Catatan :
Sms dari teman seperjuangan di Takmir Masjid semasa SMA dulu.

16.3.08

Yipiii....Englishku Makin Bagus



Ada satu hal yang sebenarnya yang tidak saya suka saat melakukan reportase di lapangan. Yakni, kebagian event yang ngomongnya pake bahasa Inggris. Wis, dijamin aku pasti ndomblong nggak karuan saat peliputan. Ya, gimana lagi lha namanya saja orang nggak ngerti. Kalau pun pengin dapet data yang lumayan, ya harus nunggu acara selesai trus menculik salah seorang tokoh saktinya yang bisa bahasa Indonesia. Huahahahaha. Hiks, menyedihkan.

Begitulah, hari-hari liputan di event yang berbau bahasa wesyeng-wesyeng itu terasa menyebalkan. Mestinya di event biasa aku bisa nongkrong setengah jam, but kalo event yang gituan dipastikan butuh menjamur di tempat dalam waktu berjam-jam. Alamaaaak.

Ups, tapi aku bukan tipe orang yang harus menyerah begitu saja huehehehe. Nggak match ma jiwa kewartawanan gitu loh jikalau ane nyerah di tengah jalan. Melalakukan aktifitas peliputan di event English memang pada awalnya terasa membingungkan dan menyebalkan. Namun, setelah beberapa kali ikutan eh jadinya malah ketagihan atau lebih tepatnya tertantang. Ayayayayaya.....! ^_^

Meski kerepotan tapi lumayan mengasyikkan. Beberapa event yang pernah aku ikuti antara lain (sedikit pamer nggak apa toh? hohohoho :D), pembukaan Jaringan Pendidikan Nasional (Jardiknas) Inherrent di Bali, kuliah tamu ilmuwan Jerman di fakultas perkapalan, MoU ITS-Sun, MoU ITS-Iran, hibah PLC dari Mitsubishi Japan, kunjungan Asian Institute of Technology Bangkok, orasi ilmiah tentang robotika oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) di PENS, and so on. Selain dapet pengalaman plus kartu nama pakar-pakar asing, ikut acara-acara tersebut juga lumayan bisa membuat kenyang perut. Khan pasti da makan-makannya. Okayyyyyyyyy.

Tak seasyik yang dibayangkan, ternyata yang namanya bahasa Inggris bisa ada bermacam versi. Ya kaya' orang indonesia, meski bahasanya satu tapi logatnya itu lho, bisa saebreg. Nah tuh, logat (baca aksen) inggrisnya orang Jerman beda ma orang Indonesia, beda pula ma orang Asutralia, beda juga dengan orang timur tengah, apalagi dengan orang Jepang. Untuk yang terakhir, menurutku inilah yang paling parah. Wis, lidahnya ngruwel pokoknya. Logat jepang dikombinasikan dengan bahasa Inggris, perlu fokus tingkat tinggi jika pengin memahami apa yang diomongin orang-orang Niphon itu.

Dari mendengarkan akhirnya nekat juga berbicara. Karena tergencet kebutuhan salah satunya. Aku akhirnya memberanikan diri untuk melakukan wawancara dengan orang asing langsung. Dan tre teeeet tre teeet tet tet, dar dar horeeee. Yes, yes, yes ternyata aku juga bisa walau kenyataannya logatku Inggris juga nggak karuan bener pa nggak. Sing penting mereka, orang asing, nyambung alias ngerti toh? Asal dah nyambung bueres wesss. Kekekekeke

Yup, tak terasa dengan asal bicara saja English ku dapat dikatakan lumayan (GR ......Biarin). Padahal bisanya masih beberapa kata saja. Maklum guys, padi yang belum berisi itu kan daunnya pasti menjulang ^_^', :p. Cukup sekian, mungkin benar apa kata orang English itu funny. Setujuuuuuuuuu.

15.3.08

Cacat di Edisi Perdana, Kecewa ...... !



Bertepatan dengan wisuda angkatan ke-96 ITS, Sabtu (15/3), ITS Point resmi dilaunching. Majalah resmi ITS yang menggantikan koran ITS ini diharapkan mampu mendongkrak citra ITS di mata masyarakat, baik nasional maupun intrenasional, dan dapat mengkomunikasikan segala inovasi teknologi yang selama ini masih terbungkus rapi di balik tebalnya buku akademik perguruan tinggi.

Saya sendiri, sebagai salah seorang yang dipercaya menjadi tim redaksi tentu juga merasa bangga, akhirnya setapak demi setapak ITS melangkah ke arah perbaikan yang menjanjikan. Pobia masyarakat akan rumitnya sebuah teknologi pun setidaknya akan tereduksi dengan adanya majalah ini. Ya, itulah yang telah menjadi salah satu misi kami. Menjembatani distribusi informasi teknologi antara masyarakat dengan para ahli.

Tapi, kontradiktif dengan apa yang diharapkan, sebuah kecelakaan justru terjadi di peluncuran perdana ITS Point. Ada beberapa kesalahan desain dan content di beberapa halamannya. Tragis, apalagi majalah sudah terlanjur dicetak sebanyak lima ribu eksemplar. Lebih mengerikan lagi, ternyata majalah terlanjur tersebar di khalayak, tepat pada saat perayaan wisuda ITS.

Sangat kecewa. Saat membuka majalah seukuran A4 itu aku hanya terpaku. Kok bisa seperti ini? Dari sisi desain, lumayan. Tapi, ketika membaca beberapa bagian rubriknya, ada bagian-bagian yang terulang dan malah tak berhubungan dengan rubrik seharusnya.

Terus terang, tragedi ini mengingatkanku pada kejadian yang sama saat aku menjadi layouter buletin jumat masjid Manarul Ilmi ITS, Al-Manaar. Edisi pertama buletin tersebut juga amburadul. Sedih nian, kenapa itu juga terjadi di sini, majalah ITS yang konon targetnya adalah kalangan menengah ke atas?

Pihak humas ITS sendiri sempat kalang kabut setelah mengetahui ada cacat di majalah, begitu juga wakil pimred kami (pimred sedang tak ada di tempat saat itu). Aku yang reporter senior sih hanya diam saja. Ingin berbicara dan memberi komentar, toh semuanya sudah terlanjur. Lagi pula, kesalahan tersebut juga mutlak kesalahan tim redaksi karena kurangnya koordinasi.

Untunglah, para pimpinan di multimedia segera tanggap. Tiga ribu eksemplar majalah yang belum dibendel akhirnya dipending penerbitannya, adapun yang dua ribu sudah terlanjur tersebar ke mahasiswa dan masyarakat.

Sebuah pelajaran yang berharga, sekaligus peringatan agar kami tak terjebak pada kesalahan yang sama. Sejak mengurus Al-Manaar, I_Mail (Informasi Manarul Ilmi), majalah LDK ITS, hingga ITS Poin ini banyak sekali dinamika yang saya rasakan. Tapi, rasanya kok selalu ada saja masalah, yang tak jarang pula sama, menjegal kesuksesan media.

Kecerobohan, ya itulah yang dapat aku simpulkan. Mungkin, saya pribadi mengetahui. Namun, jika hanya sendiri tentu itu tidaklah cukup jika anggota tim yang lain tak menyadari. Apalagi pola kinerja kami pada proses pembuatan majalah perdana ini terkesan insruktif dan terlalu berorientasi pada waktu. Sehingga penyelesaiannya pun terkesan asalkan jadi.

Namun, saya yakin apa yang telah terjadi tak akan terulang lagi pada edisi selanjutnya. Tak hanya dari internal tim sediri. Setidaknya, mereka yang juga secara tak langsung mempunyai keterkaitan dengan media ini akan membuka mata dan turut memberikan kontribusinya. Tak hanya asal ngomong besar saja.

"Saat petang di kantor"

23.2.08

Sate, Hmmm ....

Beberapa hari ini ada menu baru yang membuat saya keranjingan bin ketagihan, yaitu sate. Bukan saya saja malah, rekan-rekan saya juga kena demamnya. Wuiiih, kalau sudah sore dan ada rencana nginep di kampus pasti ada yang nyelutuk, "Nyate yuuuuuuuk". Pasti yang lagi kelaparan manggut-manggut saja, bahkan tak jarang pula temen lain ikutan nitip jua.

Memang, bagi kami anak kos-kosan sate dapat dikatakan menu istimewa. Apalagi sate yang ini harganya lumayan miring. Membuat menu satu ini banyak menjadi incaran pencari makanan murah di sekitar kampus alias mahasiswa. So, jangan heran jika setiap membeli ke sana antrian panjang pasti menyambut anda. Lebih parah kalau telat, ba'da isya' aja tuh sate favorit pasti sudah ludes "diamuk" mahasiswa. Padahal, mulai bukanya ba'da 'asyar hampir mendekati maghrib. Ck ck ck luar biasa bukan?

Begitu juga hari ini, Jumat (22/02), usai sholat maghrib saya bersama seorang senior, Mas Marji, langsung melesat naik sepeda motor butut menuju "markas" sate bakar. Syukur, belum tutup dan tumben nggak begitu rame, atau masih belum?

"Campur dua pak, makan sini," aku langsung memesan sambil berjalan menuju tempat duduk. Maksudnya campur adalah sate di campur dengan kuah soto, jadi bukan sate n sambelnya tok. Sambil menunggu pesanan aku ngobrol ngalor ngidul dengan mas Marji. Pembeli pun mulai banyak yang berdatangan, tentu saja mayoritas mahasiswa.

Nasi sate yang telah disuguhkan itu aku lahap hanya dalam tempo kurang dari sepuluh menit, maklum kelaparan banget sejak pagi. Beda dengan mas Marji yang ketika nasiku habis, nasinya yang berkurang masih setengahnya. Aku jadi merasa sungkan, hehehehe ..... makan kilatan? Ah masa bodo yang penting memang kelaparan.

Belum selesai mas Marji menyelesaikan makannya, aku sudah memesan lagi. Eits, jangan mikir yang nggak-nggak dulu. Aku memesan lagi bukan untuk makan lagi di sini, tapi buat ku bawa pulang. Yah, jaga-jaga kalau malam nanti kelaparan. Dan memang iya kenyataannya.

Usai pulang dari sana, kami balik ke "markas besar" dengan puas, aku sendiri masih membawa oleh-oleh satu bungkus nasi sate. Mas Marji hari ini ku gratisi, ga' mengapa lah. Hitung-hitung balas budi, hari ini ia telah "kupaksa" nganterin aku ngambil my precious mushaf yang ketinggalan di ruang utama masjid tempat aku ngekost (coz bukan sembarang mushaf neee^_^). Yah Alhamdulillah dianya kelihatan seneng juga dapet satu piring sate. Hmmmm ....

Pokoknya nggak kapok deh makan sate yang satu ini, itung-itung buat tambah darah :D. Pak pedagang sate, besok lagi yaaaa ...., jangan tutup satenya.

By : Abd. Dzakiy

22.2.08

Mbak-Mbak pun Harus Menyusup Lewat Jendela

Ba'da Isya, Selasa (19/02), sehabis jama'ah di Masjid Manarul Ilmi, aku berjalan menuju perpustakaan pusat ITS. Seperti biasa, malam ini aku menginap di lantai 6.

Saat menyusuri jalanan yang menuju ke sana kulihat beberapa mahasiswa sibuk bermesraan dengan laptopnya. Asyik sekali tampaknya mereka, nongkrong, sambil ngemil, klik-klik buka Yahoo!, Google, Friendster yah begitulah may be. Kalau nggak apalagi? Heee .... Setidaknya itulah site yang pasti nggak ketinggalan dibuka oleh kebanyakan mahasiswa sini, plus YM-an.

Kurogoh kantong jaketku untuk mengambil kunci pintu lantai bawah perpus, kunci bertali biruku. Dan sambil menimang-nimang kunci itu aku berjalan santai menuju pintu bagian multimedia.

Tapi, masih sekitar tiga meter dari pintu, aku mendadak berhenti. Melongo sejenak, kemudian menahan tawa. Kenapa coba? Ya, di sana kulihat seorang mbak-mbak yang lagi sibuk meloloskan dirinya keluar dari sempitnya jendela di samping pintu yang ku tuju. Aduuuuh, kasihan. Kaya' maling aja.

Dibantu seorang temannya yang sudah ada diluar, si dia nampak kerepotan. Dapat dibayangkan sulitnya, cewek menyusup jendela kaca kecil yang letaknya agak tinggi. Apalagi si dia juga pake kerudung. Wah, ck ck ck. Temannya yang di luar juga tampak kerepotan, karena harus menarik tubuhnya keluar, sambil menjaga agar auratnya nggak terbuka. Maklum, di jendela sesepit itu kalau cewek berkerudung menyusup pastilah ada kain yang kecantol tak karuan.

Aku yang melihat adegan itu hanya diam kebingungan, mau bagaimana coba? Hendak membantu, bantu apa? ngeluarin dia dari jendela? Gila, mereka yang di sana kan cewek. Mau membukakan pintu, tubuh yang nyungsup keluar udah hampir separuhnya. Yah, aku akhirnya tetap diam saja sambil melihat sekeliling. Untung saja keadaan sekitar terlihat sepi. Ruang sebelah pintu memang banyak orang tapi mereka sepertinya tak menyadari ada adegan aneh di sana, sibuk dengan laptopnya masing-masing.

Setelah si mbak berhasil keluar, aku pun berjalan menuju pintu. Ia terduduk malu, dengan kepala menunduk. Mungkin ia tahu kalau aku tadi menunggu. "Masya allah mbak, kenapa nggak menunggu orang datang saja? kan jam segini biasanya masih ada orang lantai 6 yang mau ke atas. Ini lho saya juga ada kunci," aku menyapa mereka. Mbak yang tadi berjibaku dengan sempitnya jendela menjawab dengan nada seperti orang merajuk, ia dipeluk temannya. "Huhuhuhu gimana lagi mas. Mungkin sudah nasib, kita sudah dua kali keluar kaya' maling seperti ini," ujarnya. Mendengarnya aku hanya terdiam.

"Ini saya kunci lagi atau tetap saya buka. Mau ke atas lagi kah?" lanjutku ketika aku sudah di balik pintu. "Di kunci saja. Sudah kapok aku mas naik lagi ke atas," jawab temannya yang satu lagi. "Ya sudah," batinku dan klik, pintu terkunci. Tanpa pamit pada mereka, sambil setengah berlari aku menyusuri tangga menuju ke lantai 6, tersenyum, teringat kejadian lucu barusan.

By Abd. Dzakiy

13.2.08

Minggu I kuliah, Aduhai ...

Minggu pertama kuliah mungkin bagi sebagian mahasiswa merupakan momen masih malas-malasnya berangkat kuliah. Maklum, masih bau-bau liburan. So, yang biasanya pagi-pagi pada saat libur masih ngorok, ketika dapat jam kuliah pagi pasti terasa sangat berat meninggalkan empuknya bantal gabus eh samudra kapuk.

Di jurusan saya hal itu mungkin lebih parah, apalagi mengingat jadwalnya yang sering linca-linci. Bak produk sebuah software jadwal kuliah pun ikut-ikutan punya versi. Waow informatika bangeeeet.

Terus-terang, aku sendiri sampai merasa jengkel. Berangkat pagi-pagi (semangat 45 padahal) eeeee tiba di kampus tertempel jadwal baru. Kuliah A diganti hari sekian jam sekian di kelas sekian ups di kelas ini. Aaaaarrrrghhhh, sudah jauh-jauh berangkat jalan kaki, perut belum terisi eh jadwal malah ganti. Alamaaaak. Mau ngumpat-ngumpat, siapa yang mau diumpatin? Hiks.

Sampai hari ini, detik ini, sejak masuk kuliah tanggal 11 Februari kemarin telah tercatat sudah ada 14 versi update jadwal kuliah. Byuh, developer teamnya itu lho kok sregep banget. Mau mahasiswanya pontang-panting?

Khususon diri saya, ada lagi kesibukan tambahan yang merepotkan, yaitu mengejar deadline liputan koran ITS. Sebenarnya persiapannya sudah matang, hanya saja narasumbernya yang bikin orang puyeng. Karena sebagian besar dari mereka adalah pejabat kampus (ex. : rektor dan pembantunya, profesor yang sibuk meneliti), tak jarang pula saat dihubungi ternyata mereka di luar kota.

Seperti pengalaman saya kemarin. Mendapat penugasan menemui seorang profesor ahli kimia, ketika dikontak beliau menjawab ada di luar kota baru bisa di temui hari Selasa. Begitu juga dengan wawancara bersama rektor, beliau hari Senin nggak bisa. Bisanya hari Selasa. Dor ... bentrok kan? Agak bersyukur karena jam ketemu berbeda, pak profesor jam 11 dan pak rektor jam 12.

Pagi-pagi saya lenggang kangkung, pulang nyantai ke kost (malam selasa saya tidur di kantor). Sebelum pulang mampir dulu di gedung lama Informatika, hendak mengecek jadwal. Dan benar, di sana ada perubahan, VERSI 8 JADWAL INFORMATIKA 11 FEB. JDAAARR .... Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Jadwal janjian dengan pak profesor dan pak rektor terbentur kuliah. Grrrrr

Karena saat pulang sudah jam 7 dan ternyata pada jadwal baru ada kuliah jam setengah delapan, sehabis mandi kilat tanpa sarapan aku langsung berangkat. Huhuhuuu .... dapat dibayangkan betapa merana daku. Pulang pergi dah menempuh berapa kilo? Apalagi letak gedung baru juga lebih jauh dari gedung yang lama, yakni harus melewati 4 jurusan atau lebih malah.

Walhasil, dengan tekad bulat serta sedikit menahan sakit, kesibukan hari itu terselesaikan jua. Yang disayangkan saya gagal wawancara dengan rektor, pertemuan dengan pak profesor molor nggak karuan. Jadi, saya memaksa minta diganti dengan reporter lain, yah dari pada tak terhandle. Padahal kalau bisa ketemu pak rektor pasti bisa makan-makan bareng. Aiih aiiih ...

By : Abd. Dzakiy

29.1.08

Agent of Allah in Hongkong



Tangan saya agak gemetar, ketika seorang teman menyodorkan amplop warna kecokelatan. Agak tebal amplop itu. Dan sudah pasti ada isinya. Saya segera membaca siapa sang pengirim amplop itu. Oh, alhamdulillah. Sahabat saya di Hongkong. Seorang muslimah yang sedang mencoba berjuang di negeri orang, seperti saya.

Di atas amplop itu ada seuntai tulisan berhuruf arab yang berbunyi: laa taftahu wa laataqro'u illa bilhaq. Demi mengikuti amanah tulisan itu, saya membukanya dengan perlahan, hati-hati dan tentu juga dengan niat baik.

Wow! Luar biasa. Dua buah VCD. Yang satu, tentang milad sebuah kelompok pengajian. Dan yang satu lagi tentang milad sebuah organisasi kepenulisan. Melihat cover dua VCD itu, saya bisa menebak, bahwa kegiatan itu semua dimotori oleh kaum hawa.

Tanpa mandi terlebih dahulu, saya langsung memutar VCD yang satu. Begitu saya masukan ke disc player, saya langsung disuguhi lagu Lir Ilir. Lagu yang konon diciptakan oleh Sunan Ampel itu sempat membuat bulu kuduk saya berdiri. Dan pikiran ini langsung terbang ke suasana kampung saya beberapa tahun lalu. Ketika saya dan beberapa teman mempersiapkan anak-anak TPA untuk wisuda. Lagu yang dipopulerkan kembali oleh Cak Nun, suami Novia Kolopaking, dan aransemen musiknya digarap oleh kelompok musik Kyai Kanjeng inilah yang saya ajarkan kepada anak-anak kampung saya.

Saya terus mengikuti yang ditampilkan VCD itu. Dari alunan kalam Illahi, sampai doa penutup. Bagaikan lautan jilbab. Yang mengikuti kegiatan agamis itu ternyata perempuan semua. Mereka mengucap takbir, manakala sang qori' baru saja menyelesaikan satu ayat yang telah dibacanya. Gayanya mirip pengajian di kampung saya. Dan memang kebanyakan mereka berasal dari kampung.

Mereka bukan sedang berada di pedalaman Jombang. Mereka bukan komunitas Islam tradisional di Pekalongan atau Purwokerto. Dan mereka juga bukan ibu-ibu pengajian di kota-kota santri di Pulau Jawa. Tapi mereka adalah saudara-saudara kita yang saat ini sedang berjuang memperbaiki nasib untuk dirinya, keluarganya, di negeri orang. Tepatnya di Hongkong. Sebuah negeri kecil di daratan Cina sana.

Rupanya teman saya yang mengirimkan VCD itu ingin berbicara kepada saya, bahwa tak semua perempuan yang bekerja di negara sekuler, secara otomatis akan ikut bergaya sekuler. Rupanya sahabat saya itu ingin meyakinkan saya, bahwa tidak semua TKW yang bekerja di negara yang berkiblat kepada barat, dengan serta merta akan ikut gaya barat juga. Yang ber-T-shirt ala Britney Spears yang nampak pusarnya. Atau ber-'blue jeans' ketat ala Nicole Kidman.

Tidak. Tidak semua. Masih banyak di antara mereka yang memegang teguh tradisi ketimuran. Masih banyak sahabat-sahabat kita yang dengan gigi geraham menggigit kuat-kuat ajaran Allah dan Rasulnya. Walaupun negara tempat mereka kerja diwarnai oleh sesuatu yang sangat jauh dari nilai keislaman.

Ya, paling tidak itulah yang ingin disampaikan sahabat saya. Saya mengingat sejenak beberapa e-mail yang dikirimkan kepada saya akhir-akhir ini. Ia menceritakan bahwa, di Hongkong lah, ia latihan memakai jilbab. Di Hongkong lah, ia belajar beribadah secara istiqamah. Di Hongkong lah, gadis muda itu beraktivitas dalam kegiatan Islami. Sesuatu yang tidak pernah ia ikuti di kampung halamannya. Bahkan di e-mail yang terahir, ia menuturkan, bahwa di Hongkong lah ia bisa bertatap muka dengan para da'i kondang Indonesia. Mendengarkan tausyiah sejuk dari AA Gym. Menikmati nasehat pencerahan jiwa dari Emha Ainun Nadjib. Larut dalam dzikir khusyu bersama Arifin Ilham. Mendampingi Neno Warisman menebarkan nada dan dakwah. Serta tenggelam dalam tangis bersama Hadad Alwi ketika mereka digiring oleh ustadz muda itu dalam indahnya bershalawat kepada Nabi. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dan saya makin asyik saja setiap kali menerima kabar tentang aktifitas keislaman di sana. Yang rutin dikirimkan sahabat saya via e-mail. Yang akhirnya mau tidak mau mengingatkan saya kepada dakwah Rasulullah empat belas abad lalu. Setelah Mekkah ditaklukkan kembali oleh kaum muslimin, dan masuknya suku paling berpengaruh di Arab masa itu, yaitu suku Quraisy, memang tidak bisa dipungkiri lagi. Bahwa suku-suku lain pun ikut berbondong-bondong masuk Islam. Dan sejak itulah, duta-duta Islam menyebar ke barat, timur, utara, selatan bagaikan anak panah. Yang tujuannya tak lain adalah menebarkan kalimat Allah di muka bumi ini. Dan alhamdulillah, kebetulan saya yang lahir di Jawa, ikut menikmati cahaya Allah, Islam ini, tentu atas kegigihan para "agen Allah" di tanah Jawa.

Dan kini, menjelang abad ke 15 Hijriah, keturunan muslim Jawa khususnya, dan Indonesia umumnya, yang sedang mengais rezeki di daratan Tiongkok itu, rupanya tak hanya sekedar "fastabikhul fulus", berlomba-lomnba mencari uang. Tapi lebih dari itu mereka justru mampu ber-fastabikhul khairat, berlomba dalam kebaikan. Terbukti, betapa padatnya aktifitas keislaman yang setiap minggu digelar di metropolitan itu. Padahal kebanyakan dari mereka adalah yang pekerjaan sehari-harinya sebagai pembantu rumah tangga.

Tak mustahil, jika suatu saat, satu persatu, majikan mereka juga akan tertarik pada Islam yang ditampilkan saudara-saudara kita. Tak mustahil jika suatu saat mereka akan bersyahadat, karena melihat kelembutan akhlak sahabat-sahabat kita. Tak mustahil juga, para majikan di sana akan terseret dengan alunan tadarus Al-Qur'an dari seorang TKW yang bekerja di rumah mereka, yang biasa dibaca secara sembunyi-sembunyi. Sebab kitapun tahu bahwa Umar bin Khattab meneguk segarnya Islam, bukan karena tajamnya pedang. Tapi lantaran alunan lembut ayat-ayat Allah yang dibaca saudara perempuannya. Tak mustahil jika suatu saat daratan Tiongkok yang maha luas itu akan tertancap panji-panji Islam yang dimulai dari Hongkong. Allah Maha Berkehendak.

Allah SWT menurunkan ayat kepada Nabi Muhammad SAW berkaitan dengan tertakluknya kembali Mekkah dan berbondong-bondongnya kabilah Arab masuk Islam. Peristiwa ini dilukiskan dengan indah dalam Al-Qur'an.

"Apabila pertolongan Allah dan kemenangan itu telah datang, dan telah kamu lihat manusia dengan berduyun-duyun memasuki agama Islam, maka bertasbihlah memuji Tuhanmu dan meminta ampunlah kepada-Nya, sesunguhnya Allah itu maha penerima taubat." (An-Nashar: 1-3)

Hongkong, sebuah negara kecil yang selama bertahun-tahun, atau bahkan berabad dicekoki, dijejali ideologi komunis, ternyata sekarang terdapat bacaan Al-Quran, ada alunan takbir, tahmid, tahlil, salawat, dan juga syahadat dalam prosesi pengislaman saudara kita.

Hongkong, sebuah metropolitan yang sejajar dengan Singapura, dan kota-kota besar dunia lainnya, yang mode pakaian perempuannya berkiblat ke barat, ternyata masih ada jilbab menghiasi bumi sana.

Hongkong, yang merupakan pusat bisnis dunia, yang banyak para konglomerat dunia mengendalikan bisnisnya dari sana, ternyata masih ada orang berdzikir mengingat Allah. Di tengah kebanyakan orang hanya berpikir tentang keuntungan dunia saja.

Rupanya Allah sedang menempatkan agen-agennya di sana. Dan agen itu bukan sosok-sosok berbadan tinggi, berhidung mancung dan berjenggot tebal ala Timur Tengah. Bukan juga para akademisi dan komunitas dari universitas Islam yang terkenal. Namun agen itu adalah saudara-saudara kita, yang sering kita sebut, pahlawan devisa, tenaga kerja wanita yang sedang berjuang memperbaiki nasib sendiri, keluarga, dan tentu bangsa dan negara. Tapi, itulah kehendak-Nya. Sesuatu yang tak pernah terpikirkan oleh siapapun. Baik itu sejarawan Islam dari Al-Azhar, Ummul Qura, Oxford, Leiden, Cambridge, Ohio State, UI, UGM, ataupun universitas-universitas mahsyur lainnya.

Dan bagi mereka yang punya waktu luang banyak, ekonomi mapan, ilmu agama ada, tentu perlu iri terhadap sahabat-sahabat kita itu. Iri untuk menjadi agen Allah. Kenapa mereka bisa, di tengah kesibukan mereka bekerja melayani majikan hampir di sepanjang waktu mereka?

Brunei, Mei 2005
(Bravo! Untuk seorang sahabat di Hongkong. Teruskan perjuanganmu!)

www.eramuslim.com

11.1.08

Cerita Remaja Idola



Periodisasi pendidikan dan tumbuh kembang anak dalam Islam dikenal dalam beberapa tahap : 1. pendidikan anak dalam kandungan 2. sejak lahir hingga usia dua tahun 3. dua tahun hingga mumayyiz 4. mumayyiz hingga baligh 5. baligh sampai remaja 6. usia remaja hingga menikah.

Menariknya, usia remaja diletakkan setelah baligh. Padahal secara hukum, baligh itu mukallaf artinya secara pribadi ia sudah mandiri dan bertanggung jawab dihadapan hukum, baik dalam muamalah (sosial kemasyarakatan), jinayah (pidana), munakahah (pernikahan), iqtishadiyah (ekonomi), siyasah (politik) apalagi dalam hal ibadah.

Otomatis remaja Islam adalah sosok yang siap mandiri dalam segala hal. Cerdas, matang, berdikari, itulah sosok remaja Islam. Di banyak generasi Islam sebelum sekarang, apalagi di era nubuwwah dan Khulafaurrasyidin, sosok remaja sekaliber di atas amat banyak dijumpai.

Tak Takut Presiden

Adalah Abdullah bin Zubair, seorang anak kecil bermain teman-temannya di jalan. Tiba-tiba nampak 'Presiden' Umar bin Khattab mendekat melalui jalan itu. Anak-anak kecil itu berlarian, hanya Abdullah saja yang tidak.

"Mengapa kamu tidak ikut lari bersama teman-temanmu?" tanya Presiden.

"Mengapa harus lari? Aku tidak melihat jalan ini sempit sehingga perlu dilonggarkan untukmu dan aku bukan orang berbuat salah sehingga harus takut kep[adamu?" Itulah keberanian dan kematangan emosional seorang anak Islam.

Sepak Bola Maut

Sekelompok anak kecil sedang bermain bola. Ditendang terlalu keras, bola melesat ke pekarangan rumah seorang Yahudi. Nampak oleh mereka, bola diambil sang penghuni rumah lalu disembunyikan. Anak-anak datang lalu berteriak :"Demi Allah dan Rasulullah, tolong bolanya dikembalikan".

Yahudi keluar dan mencaci maki Allah dan Rasul-Nya. Anak-anak marah, serentak mereka merangsek, memanjat pagar rumah yang tinggi lalu menyerang sang Yahudi bertubi-tubi hingga akhirnya ia meninggal.

Peristiwa ini terdengar oleh khalifah Umar :"Alhamdulillah, baru kali ini aku mendengar peristiwa yang begitu membanggakan hatiku".

Keberanian Remaja Puteri

Kali ini remaja puteri. Namanya Asma binti Abu Bakar. Menghindari sergapan kafir Quraisy, Rasulullah saw dan Abu Bakar ra, secara diam-diam meninggalkan Mekkah menuju Madinah. Di tengah intaian Quraisy, kedua orang ini bersembunyi di gua Tsur sejenak. Selama dalam persembuyian, seorang remaja puteri tanpa kenal takut dan lelah, pergi ke gua Tsur dua kali dalam semalam mengirim logistik. Ketika tak ada tali untuk mengikat perbekalan, ia pun membelah ikat pinggangnya menjadi dua, satu untuk ikat pinggangnya, satunya untuk perbekalan."Semoga Allah mengganti ikat pinggangmu ini dengan dua ikat pinggang di surga," kata Nabi. Maka remaja puteri ini pun dikenal sebagai "Dzatun Nithaqain" (wanita pemilik dua ikat pinggang).

Pegulat VS Pemanah

Dua anak kecil ditolak Nabi ketika mendaftar jadi pasukan perang, Rafi' bin Khadij dan Samurah bin Jundab. Setelah melalui proses negosiasi yang alot, akhirnya Rafi' diijinkan karena ternyata ia ahli memanah.Samurah kecewa berat. Dengan tekad penuh keberanian ia menantang duel Rafi' di hadapan Nabi. Keduanya bergulat. Samurah ternyata menang. Ia pun bangga diperbolehkan ikut berperang.

Ketua Diplomat Hijaz

Saat Umar bin Abdul jadi presiden, datang delegasi dari Hijaz. Majulah seorang anak kecil kurang sebelas tahun umurnya menjadi juru bicara. Umar berkomentar,"Mundurlah kamu. Hendaklah maju orang yang lebih tua dari kamu."

Anak itu berujar,"Semoga Allah menguatkan Engkau wahai Amirul Mukminin. Seseorang itu bergantung kepada dua anggota tubuhnya yang kecil, yakni hati dan lisannya. Apabila Allah memberi lisan yang benar dalam berbicara dan hati yang terjaga maka dia berhak maju untuk bicara. Kalaulah kebenaran perkara, wahai Amirul Mukminin, tergantung pada usia maka ada orang yang lebih berhak dari pada engkau untuk menjadi khalifah."

Disadur dari Al-Falah edisi September 2001,hal. 5

7.1.08

Kisah Indah Sang Khalifah



Siang di bumi Madinah, suatu hari. Matahari tengah benderang.

Teriknya sungguh garang menyapa hampir setiap jengkal kota dan pepasir lembah. Jalanan senyap, orang-orang lebih memilih istirahat di dalam rumah daripada bepergian dan melakukan perniagaan. Namun tidak baginya, lelaki tegap, berwajah teduh dan mengenakan jubah yang sederhana itu berjalan menyusuri lorong-lorong kota sendirian. Ia tidak peduli dengan panas yang menyengat. Ia tak terganggu dengan debu-debu yang naik ke udara. Ia terus saja bersemangat mengayun langkah. Sesekali ekor matanya berkerling ke sana ke mari seperti tengah mengawasi. Hatinya lega, ketika daerah yang dilewatinya sentosa seperti kemarin.

Hingga ketika ia melewati salah satu halaman rumah seorang penduduk, tiba-tiba ia berhenti. Langkahnya surut. Pandangannya tertuju pada anak kecil di sana. Ditajamkan pendengarannya, samar-samar ia seperti mendengar suara lirih cericit burung. Perlahan ia mendatanginya dan dengan lembut ia menyapa bocah laki-laki yang tengah asyik bermain.

"Nak, apa yang berada di tanganmu itu?" Wajah si kecil mendongak, hanya sekilas dan menjawab.

"Paman, tidakkah paman lihat, ini adalah seekor burung," polosnya ringan. Pandangan lelaki ini meredup, ia jatuh iba melihat burung itu mencericit parau. Di dalam hatinya mengalun sebuah kesedihan, "Burung ini tentu sangat ingin terbang dan anak ini tidak mengerti jika mahluk kecil ini teraniaya."

"Bolehkah aku membelinya, nak? Aku sangat ingin memilikinya," suaranya penuh harap. Si kecil memandang lelaki yang tak dikenalnya dengan seksama. Ada gurat kesungguhan dalam paras beningnya. Lelaki itu masih saja menatapnya lekat. Akhirnya dengan agak ragu ia berkata, "Baiklah paman," maka anak kecil pun segera bangkit menyerahkan burung kepada lelaki yang baru pertama kali dijumpainya.

Tanpa menunggu, lelaki ini merogoh saku jubah sederhananya. Beberapa keping uang itu kini berpindah. Dalam genggamannya burung kecil itu dibawanya menjauh. Dengan hati-hati kini ia membuka genggamannya seraya bergumam senang, "Dengan menyebut asma Allah yang Maha Penyayang, engkau burung kecil, terbanglah...terbanglah..."

Maka sepasang sayap itu mengepak tinggi. Ia menengadah hening memandang burung yang terbang ke jauh angkasa. Sungguh, langit Madinah menjadi saksi, ketika senyuman senang tersungging di bibirnya yang seringkali bertasbih. Sayup-sayup didengarnya sebuah suara lelaki dewasa yang membuatnya pergi dengan langkah tergesa. "Nak, tahukah engkau siapa yang membeli burung mu itu? Tahukah engkau siapa lelaki mulia yang kemudian membebaskan burung itu ke angkasa? Dialah Khalifah Umar nak..."

***

Malam-malam di kota Madinah, suatu hari.

Masih seperti malam-malam sebelumnya, ia mengendap berjalan keluar dari rumah petak sederhana. Masih seperti malam kemarin, ia sendirian menelusuri jalanan yang sudah seperti nafasnya sendiri. Dengan udara padang pasir yang dingin tertiup, ia menyulam langkah-langkah merambahi rumah-rumah yang penghuninya ditelan lelap. Tak ingin malam ini terlewati tanpa mengetahui bahwa mereka baik-baik saja. Sungguh tak akan pernah rela ia harus berselimut dalam rumahnya tanpa kepastian di luar sana tak ada bala. Maka ia bertekad malam ini untuk berpatroli lagi.

Madinah sudah tersusuri, malam sudah hampir di puncak. Angkasa bertabur kejora. Ia masih berjalan, meski lelah jelas terasa. Sesekali ia mendongak melabuhkan pandangan ke langit Madinah yang terlihat jelita. Maka ia pun tersenyum seperti terhibur dan memuja pencipta. Tak terasa Madinah sudah ditinggalkan, ia berjalan sudah sampai di luar kota. Dan langkahnya terhenti ketika dilihatnya seorang lelaki yang tengah duduk sendirian menghadap sebuah pelita.

"Assalamu'alaikum wahai fulan," ia menegur lelaki ini dengan santun.

"Apakah yang engkau lakukan malam-malam begini sendirian," tambahnya. Lelaki itu tidak jadi menjawab ketika didengarnya dari dalam tenda suara perempuan yang memanggilnya dengan mengaduh. Dengan tersendat lelaki itu memberitahu bahwa istrinya akan melahirkan. Lelaki itu bingung karena di sana tak ada sanak saudara yang dapat diminta pertolongannya.

Setengah berlari maka ia pun pergi, menuju rumah sederhananya yang masih sangat jauh. Ia menyeret kakinya yang sudah lelah karena telah mengelilingi Madinah. Ia terus saja berlari, meski kakinya merasakan dengan jelas batu-batu yang dipijaknya sepanjang jalan. Tentu saja karena alas kakinya telah tipis dan dipenuhi lubang. Ia jadi teringat kembali sahabat-sahabatnya yang mengingatkan agar ia membeli sandal yang baru.

"Umm Kultsum, bangunlah, ada kebaikan yang bisa kau lakukan malam ini," Ia membangunkan istrinya dengan nafas tersengal. Sosok perempuan itu menurut tanpa sepatah kata. Dan kini ia tak lagi sendiri berlari. Berdua mereka membelah malam. Allah menjadi saksi keduanya dan memberikan rahmah hingga dengan selamat mereka sampai di tenda lelaki yang istrinya akan melahirkan.

Umm Kultsum segera masuk dan membantu persalinan. Allah Maha Besar, suara tangis bayi singgah di telinga. Ibunya selamat. Lelaki itu bersujud mencium tanah dan kemudian menghampirinya sambil berkata, "Siapakah engkau, yang begitu mulia menolong kami?"

Lelaki ini tidak perlu memberikan jawaban karena suara Ummi Kultsum saat itu memenuhi lengang udara, "Wahai Amirul Mukminin, ucapkan selamat kepada tuan rumah, telah lahir seorang anak laki-laki yang gagah."

***

Sahabat, betapa terpesona, mengenang kisah indah Khalifah Umar bin Khatab. Ia adalah seorang pemimpin negara, tapi sejarah mengabadikan kesehariannya sebagai orang sederhana tanpa berlimpah harta. Ia adalah orang yang paling berkuasa, tapi lembaran kisah hidupnya begitu penuh kerja keras dalam mengayomi seluruh rakyatnya. Ia adalah orang nomor satu tapi siang dan malamnya jarang dilalui dengan pengawal. Ia seorang penyayang meski kepada seekor burung. Ia sanggup berlari tanpa henti demi menolong seorang perempuan tak dikenal yang akan melahirkan. Dan ia melakukannya sendiri. Ia melakukannya sendiri.

***