26.11.07

Sang Sekretaris Pribadi



Sekretaris : boleh jadi mata antum menatap sinis dengan bibir tercibir mendengar satu kata ini. Stereotype terhadap profesi yang satu ini musykil dieliminir begitu saja. Perselingkuhan antaranya dengan atasan adalah bola gosip yang senantiasa dibidik oleh "kamera" para sineas film kacangan untuk menjadi basic cerita murah mereka, dengan posisi zoom in.

Betapa tidak, jika jabatan ini afinitas kerjanya sedemikian dekat dengan masalah "interior" atasan. Mulai dari membeli bunga kesukaan atasan, menyeduh kopi untuk atasan (meski sudah ada office boy), menyiapkan agenda penting, menyiapkan perjalanan dinas, hingga menemani dinner sang bos. Innalillahi, ini fitnatul kubro namanya!

Sederatan tugas sang sekretaris,boleh jadi memang pas digawangi oleh kaum hawa. Karena ia membutuhkan intuisi yang tajam, ketelatenan, kesabaran, keindahan, kelentikan, dan sedikit romantisme. Tak heran, jarang ditemui sekretaris bergender selain wanita.

Atau, karena kita tak bisa lepas dari dunia patriarkhal yang dideterminir oleh kaum laki-laki, sehingga dunia fight laki-laki yang keras, penuh tantangan, membutuhkan seteguk kelembutan yang implikasinya adalah menempatkan sesosok anggun sekretaris menghiasi desk office? Janganlah! Ini su'udzon-isme namanya.

Ambivalensi jabatan sekretaris, tidak syak lagi adanya. Ia dibutuhkan (dalih efisiensi kerja?), sekaligus dibenci (oleh istri atasan). Lantas, apakah ia harus dicabut dari garis edarnya? Saya kira, no need for that!

Bagaimana kalau saya menawarkan "the right woman in the right place" bagi kursi elegant kesekretarisan?

Istri : Sang Sekretaris Abadi
Istri : inilah, wanita yang tepat untuk posisi anggunh itu. Bisa jadi dia adalah anti sendiri, kaum akhwat. Ya, kenapa tidak? Bukankah pekerjaan memberi bungan, menyeduh kopi, menyiapkan agenda "pertemuan", mengatur perjalanan "jihad", menyiapkan baju zirah, adalah tugas anti sehari-hari.

Sekeretaris adalah nadi sebuah perusahaan, ditangannyalah rahasia perusahaan bergantung. Ya, karena posisinya yang sangat dekat dengan centre of power, menafikakan keberadaannya adalah lonceng kematian sebuah perusahaan.

Da'wah adalah perusahaan abadi, yang seumur peradaban. Dalam banyak hal, kita sering lupa sejarah. Pendekatan historis terhadap perjalanan sirah Nabawiyyah perlu kita bidik lebih akurat lagi, tepat dijantungnya, yakni rumah tangga Rasulullah SAW yang tak lepas dari campur tangan istri-istri beliau.

Pluralistik karakter yang disuguhkan oleh 12 istri Rasulullah SAW sangat memudahkan kita untuk bercermin dan memilih mana yang pas dengan karakter keseharian wanita, karena semuanya adalah wanita-wanita pilihan.

Perspektif Islam yang agung tentang wanita tidak ada yang luput dari sunnatullah yang ditetapkan atasnya.Karena wanita memiliki potensi khas yang tidak dimiliki laki-laki, untuk mengusung tugas abadinya sebagai seorang istri.

Intuisi yang tajam adalah salah satu unique software yang dikaruniakan Allah kepada wanita. Ini adalah sejanta para sekretaris untuk mendongkrak popularitasnya di mata atasan. Dan jika sekretaris itu adalah anti (ayyatuhal akhwat ...) sebagai istri, intuisi adalah virus semangat untuk meraih ridlo Allah dan suami.

Intuisi, (dari kata intueri: menembus terus atau langsung) ia adalah "la logique du couer" atau logika dari hati. ia memang tidak verifikatif, silogistis, induktif, deduktif, atau analogis, namun lebih instingtif dan aspiratif. Daya inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW tidak bisa melupakan istrinya yang pertama, Khadijah RA yang agung.

Dengan bimbingan intuisinya, Khadijah RA menghibur Rasulullah yang ketakutan saat wahyu pertama turun. Dengan kelembutan, keibuan, dan kelentikan dibawanya Rasulullah menghadap sang paman, Waraqah bin Naufal.

Singkat kata, jika da'wah adalah mega perusahaan yang kelak akan kita wariskan pada anak cucu kita, maka sekarang hingga nanti dibutuhkan sekretaris da'wah yan tidak memuat piranti ambivalen. Karena ia tidak dibenci melainkan dicinta dan dihormati. Anti-kah bidadari itu?

Izzatul Jannah
Inthilaq, No.13/26 Agustus 1994

25.11.07

Rahasia Air



"Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup"(Al Anbiya:30)

Bila kita renungkan berpuluh ayat Al-Quran yang berbicara tentang air, kita akan tersentak bahwa Allah SWT rupanya selalu menarik perhatian kita kepada air. Air tak sekedar benda mati, tapi juga menyimpan kekuatan, daya rekam, daya penyembuh, dan sifat ajaib lainnya.

Dr Masaru Emoto dari universitas Yokohama, Jepang, pada Maret 2005 lalu telah melakukan sebuah penelitian. Hasilnya? ternyata air bisa "mendengar" kata-kata, bisa "membaca", tulisan, dan bisa "mengerti" pesan. Dala bukunya, The Hidden Message in Water, Masaru Emoto menguraikan bahwa air bersifat bisa merekam pesan seperti pita magnetik atau compact disk.

Suatu peristiwa ganjil aneh pernah terjadi pada masa Amru bin Ash RA ketika menjabat Gubernur Mesir. Sungai Nil yang menjadi urat nadi kehidupan penduduk Mesir mulai surut. Airnya tidak melimpah-limpah seperti biasa. Peristiwa ini amat mencemaskan penduduk.

Warga mengusulkan kepada gubernur agar melakukan ritual jahiliyah, yakni dengan mengorbankan anak gadis sebagai persembahan kepada dewa Sungai Nil, agar air kembali ke sedia kala. Namun Amru keberatan, karena adat ini khurafat dan syirik.

Gubernur meminta waktu dan mengirim surat kepada Khalifah Umar bin Khattab. Ketika menerima surat balasan, betapa gembiranya Amru. Namun, betapa terkejutnya, karena surat itu tidak ditujukan padanya, melainkan untuk sungai Nil. Setelah membacanya Amru pun mencampakkan surat itu ke dalam sungai sebagaimana perintah Khalifah.

Dengan kekuasaan Allah, setelah surat itu jatuh ke dalam sungai Nil, dalam sekejap mata airnya mulai naik dan melimpah ruah. Kejadian ini disaksikan sendiri oleh penduduk Mesir. Semenjak hari itu, iman mereka mulai teguh dan tidak mengamalkan adat jahiliyyah.

Apa isi surat Khalifah Umar?

"Surat ini dikirim oleh Umar, Amirul Mu'minin, kepada sungai Nil. kalaulah air yang mengalir pada tubuhmu itu bukan dari kuasa Allah, maka kami tidak meemrlukan engkau! Tetapi kami percaya Allah itu Maha Kuasa da kepada-Nya lahkami bermohon supaya engkau mengalir seperti sediakala."

Sebuah keajaiban sekaligus demonstrasi ahwa sosok mukmin yang sejati, teguh imannya dan amat taqwa kepada Allah, dapat menggerakkan benda alam atas izin-Nya. Wallahu a'lam.

Hidayatullah, Nopember 2006

22.11.07

Syair Ibnu Al-Mubarok

Wahai 'abid Al Haramain
seandainya engkau memperhatikan kami
engkau pasti tahu bahwa selama ini
engkau hanya bermain-main dalam ibadah.
Kalau pipi-pipi kalian basah dengan air mata
maka leher-leher kami basah bersimbah darah.
Kalau kuda-kuda kalian letih dalam hal yang sia-sia,
maka kuda-kuda kami letih di medan laga.
Semerbak wanginya parfum, itu untuk kalian,
sedangkan wewangian kami, pasir dan debu-debu.
Telah datang Al Quran kepada kita menjelaskan,
para syuhada tidak akan pernah mati, dan itu pasti.

Syair di atas ditulis oleh Abdullah ibnu Al-Mubarak dalam suratnya, yang ditujukan kepada Fudlail bin 'Iyadl. Bukan bertujuan untuk mencela atau pun menghina, tapi semata-mata mengingatkan untuk kepentingan FASTABIQUL KHOIROOT. Dan memang Fudlail sendiri juga mengakui apa yang telah ditulis Ibnu Mubarak adalah bukanlah salah adanya. Terbukti Fudlail langsung menitikkan air mata usai membacanya seraya berkata,"Engkau benar Ibnu Al-Mubarak, demi Allah, engkau benar."

Dan apabila dikembalikan ke diri kita, apa yang terlintas dipikiran antum wahai ikhwah usai membaca syair di atas?

By : Labib Fayumi

12.11.07

Fitnah Agama, Hati-Hatilah Kawan....

Mengikuti berita media massa akhir-akhir ini membuat saya bosan. Betapa tidak, sejak tenarnya kasus aliran sesat di negeri ini hampir tiap berita yang saya tonton pasti menyuguhkan berita itu-itu saja (di samping gunung meletus tentunya). Maksud hati ingin tak memikirkan tapi karena sering ketemu akhirnya saya dipaksa untuk memikirkannya juga, menyedihkan. Mungkin apa yang saya tulis ini merupakan urutan yang ke sekian dari banyak tulisan yang telah ditulis untuk mengomentari fenomena penyelewangan religi tersebut. Tapi, bukan untuk menyaingi tulisan yang ada, saya menulis hanya untuk meluapkan pikiran yang terpaksa muncul karena kebosanan yang saya bilang di atas.

Ketika merenung tentang maraknya "aliran sesat" yang muncul akhir-akhir ini, satu pernyataan yang muncul dalam benak saya adalah "ternyata orang Indonesia itu kreatif juga ya". Saking kreatifnya, tak hanya pakaian dan gaya yang harus mengikuti mode, tapi sekup religi dan kepercayaan pun diutik-utik sedemikian rupa hingga lahir aliran baru made in Indonesian.

Parahnya, dari masyarakat sendiri pun banyak juga yang respect akan aliran model baru ini. Entah karena alasan kebosanan dengan apa yang telah mereka yakini sebelumnya, iman yang nggak kuat, atau lainnya yang jelas animo mereka akannya menjadikan "rating penjualan" aliran-aliran ini melonjak tajam. Tak hanya dari kalangan abangan, kaum akademis pun terjerat sihirnya.

Kontan, pihak yang merasa diduplikasi dan direkayasa kemurniaanya berontak. Tuduhan membawa lisensi palsu ketuhanan pun dilontarkan. Geger juga akhirnya. Panggung politik pun ikut-ikutan memberikan justicenya, setelah alim ulama menyerukan terompet "perang"nya.

Tak ketinggalan, ratusan bahkan ribuan pemikiran dari orang-orang besar, mulai dari yang di anggap nyeleneh sampai yang didewakan turut serta menghiasi wajah media masa. Dan saya sendiri, di sini sebagai seorang yang bodoh hanya bisa menonton dan tertawa mengamati polah tingkah mereka.

Bukan tertawa karena senang, sedih nian. Ternyata zaman akhir semakin menunjukkan wujud aslinya. Saat kemunculan Al-Masih Dajjal kian dekat saja rasanya. Fitnah saat ini dapat dikatakan masih intro awal dari kemunculan Sang Pembawa Fitnah Besar. Bagaimana jika rajanya telah muncul? Entahlah, terpikirkan seandainya saya sendiri berhadapan langsung kepada para pembawa risalah palsu ini, akankah saya juga takluk? Subhanallah, Tetapkanlah hatiku untuk selalu berada di jalan-Mu ya Rabb.

Teringat sebuah petuah dari romo yai saya ketika beliau memberikan nasehat,"Le, zaman akhir niki menawa wonten wong ampuhe koyo opo tapi boten nglakoni syari'at. Ojo nggumun, opo maneh melu-melu, luwih apik didohi wae, golek slamete. Sing penting tetep gondelan kaliyan syari'ate kanjeng nabi, insya allah sampeyan slamet". (Le, jika pada zaman akhir ini engkau menjumpai seorang yang memiliki keajaiban atau kesaktian apa pun bentuknya tapi ia tak menjalankan syari'at, nggak usah heran, apalagi mengikutinya lebih baik kau menjauhinya, carilah selamat. Yang terpenting selalulah berpegang teguh pada syari'at yang dibawa kanjeng nabi, insya allah kamu selamat).

Memang,bukan tak mungkin bila para pembawa aliran palsu ini tak membawa "istidroj" (kebalikan dari karomah) yang dapat membawa fitnah besar. Itulah yang ditakutkan, sebagaimana Musailamah Al Kadzab yang salah satu istidroj nya adalah mampu membuat gundul rambut anak yatim hanya dengan mengusapnya.

Satu dari sekian kabar yang saya dengar, Lia eden pun juga demikian rupanya. Siapa yang akan dibaptis lalu ia tak meyakininya maka tubuh orang tersebut akan merasakan panas yang amat sangat.

Begitu pula dengan Sai Baba (anak buah Dajjal yang lain, tapi kasus ini di India) yang konon mampu mengeluarkan tepung (salah satu makanan pokok penduduk India) dari tangannya, menyuburkan daerah yang kekeringan, serta membuat emas dari air liurnya. Tak ada ulama di sana yang mampu menghadapi fitnah besarnya, bahkan mereka lebih memilih untuk menghindar demi menyelamatkan aqidahnya.

Bukan tak mungkin, bila fitnah serupa akan melanda Indonesia. Apa yang kita hadapi sekarang bisa jadi akan ada kisah bersambungnya dengan level yang lebih tinggi tingkat fitnahnya. Maka berhati-hatilah ...

Terngiang sebuah petuah dari ibunda tercinta,"Saiki sing penting okehno lehmu dzikir yo lee, ilingo mring gusti Allah neng ndi wae awakmu ono." (Sekarang yang terpenting adalah perbanyaklah kamu berdzikir le, ingatlah selalu kepada Allah di mana pun engkau berada).

By : Labib Fayumi

5.11.07

Special Baby



By : Sofia Sinta W

My mom was pregnant! That's the most wonderful news I have ever heard. Yes, our family, especially me, had been waiting for this a long time. I was the only child in the family. And at the age of 17, I would finally have a sibling. That was terrific!

Thank God for the best present at my really sweet seventeen. Alhamdulillah.

I also thanked my mom, adn she replied with a smile.

"You are really want this baby, don't you?" she asked me.
"Of course I do, Mom ..."
"How about your friend? Ditto. He was so ashamed because his mother was pregnant again. You don't feel the same thing, do you?"
"Oh, I think Ditto was a fool." Yeah, in my opinion, Ditto was really stupid. He was ashamed and angry when he knew that his mother was pregnant last year. When his little brother was borne, his anger increased and he felt very jealous. How childish!

I told Mom that I would never feel like Ditto did. I promised her.
"Even if our attention to you would be devided?" mom asked.
"Yes, Mom. And I will also give my attention for him or her."
Days gone by and the time for the labor came. We were really happy to see the beautiful little girl. We named her Yasmin. We loved her so much. We thanked Allah for our dream that came true.

I had nice days with her. I always helped mom taking care of her. I helped putting on her napkins, played games and took walks together, and many others. My parents were so glad to see how much we shared and enjoyed many things together.
"Thank you for keeping your promise, honey." Mom said to me.
"Don't mention it, Mom. She's my sister. We both need each other."

There was no day I spent without Yasmin being a part of it. She was very pleasant and nice to me.

But horribly, the situation changed. Yasmin grew bigger and bigger. And the bigger she was, the more horrible the situation we had. She was so active that she couldn't stop moving and disturbing every one in our house, including me. She often broke my school assignments, jumbling my room, making worst "graffiti" on my stuff, and even hit me!

We couldn't count how many mom's kitchen tool or dad's office papers that were destroyed. There was no nice Yasmin anymore. She had become a monster!

I alwas felt anxious or afraid wen she approached me. But if I tried to avoid her, she would scream loudly. Then she would cry and hit me repeatedly. In that situation, mom would usually come at her defense and ask me to let her. When I felt that I couldn't stand it anymore, I tried to tell mom. She was so sad that her face became very pale.

"Don't talk like that about your sister, please ... Remember that you've promised me to take care of her and to love her forever." She reminded me.

"Mom ... come on ... I'll always try to keep my promises. But we have to do something to help her. Now! I heard that you and dad would send her to kindergarten next year. It means that she'll socialize. We have to help her learn to be nice so that people can accept her. Well, that's just my opinion ..." I replied carefully.

To my surprise, mom smiled and gave me a big hug.

"I almost forget that you're a little boy no more. You're a gentleman now. So, what do you think we can do?" mom asked.
"How about consulting a psychologist first? Ask dad if he has other suggestion."

So, we did it. I called my close friend who studied psychology-Mirza. He introduced us to his lecture, Mrs Ulfah. Mrs Ulfah was such a nice woman that my mom and dad "fell in love" with her at the first sight. SO did Yasmin. She called Mrs Ulfah "Dear Bude". Mrs Ulfah seemed to like that designation. She asked that Yasmin be taken to her place so that she could look-after Yasmin intensively.

We went there twice a week. It was a playground for children who have some emotional disruption like Yasmin. Yasmin enjoyed her "school-time". Mom and I took turns to accompany her there. Yasmin learned many things. Slowly she made progresses. We could see it. She was still hyperactive, but it wqas different-it was more directed.

One day, Mrs Ulfah told me a key to cope our problem."May be at the firs time your aim to send Yasmin here was to make her more well-directed and nicer. You wanted her to be a pleasant and normal little girl. Listen to me, I want to tell you that you should change your point of view about Yasmin," She said.

"Oh? What is it Mrs Ulfah? What should we do?"
"You have to stop that view-That Yasmin have to be nice girl who is pleasant to all of you. It's no fair for Yasmin."
"Why?"
"What you have to do is that you-your whole family-have to be pleasant for her and understand her. Yes, all of us want Yasmin to be refined and changed. But It was not because she hadi to be a nice girl for anybody else, but just for the sake of herself ... for her own needs! Do you understand what I mean?"

I was silent for a moment, trying to understand her opinion. Then I nodded. I could feel a beat of regret in my heart.

"Why didn't I realize it earlier?"
"You realize it now young man. I know that you are smart enough to do it," Mrs Ulfah gave me a wise-smile.
"Oh please don't make me feel ashamed ...," I tried to make a joke. She laughed but I couldn't. I still had that regret.
"Come on, young man ... don't exxaggerate it. Here, look at your little sister ..."

I saw Yasmin running with her friends accompanied by an instructor. The instructor tried to lead the children socializing.

"Look at her eyes! See how a special baby she is," She said again.

=============

At night, when I took Yasmin to her room, she told me some stories. She talked fluently as if she couldn't shut her mouth. I laughed at seeing how she did it enthusistically. What a high-spirited little girl. Then I looked at her eyes. Mrs Ulfah absolutely right. I could see milions stars there. Beautiful, they were like miracles that got me into tears. Yasmin ... how much I love you!

Yasmin stopped her stories and looked into my eyes. To my surprise, she wiped my tears and said," A man does not cry ..."

It made me dropped more tears.

I gave her a hug and a good night kiss. She smiled and hid her body under the blanket. When I was about to leave the room, she peeped from her blanket.

Yasmin, you're my very special baby, always ...


Adapted from : Annida 09/XII/23 February 2003

6.10.07

Ketika Abu Bakar Bermimpi

Sebuah cerita yang indah :

Diriwayatkan dari Abu Bakar Shiddiq R.A.Pada suatu malam, dalam tidurnya, beliau melihat mimpi yang sangat langka. Dan di tengah tidurnya tersebut, Abu Bakar menangis keras-keras hingga orang yang berada di luar rumahnya mendengar tangisannya. Dan tak di sengaja, lewatlah sahabat Umar bin Khattab R.A di depan rumah beliau. Demi didengarnya suara tangisan, akhirnya Umar mengetuk pintu rumah Abu Bakar. Abu Bakar pun terbangun dan membuka pintu rumahnya. Tapi, linangan air mata masih mengalir dari matanya yang sembab. Melihat beliau menangis, Umar pun bertanya,"Kenapa engkau menangis?"."Kumpulkan seluruh sahabat, supaya aku bisa memberi khabar tentang apa yang aku lihat dalam mimpiku," perintah Abu Bakar.

Setelah para sahabat berkumpul, akhirnya Abu Bakar pun bercerita :

"Sesungguhnya aku melihat bahwa hari kiamat telah datang. Dan aku melihat segolongan manusia berada di atas mimbar yang terbuat dari cahaya, wajah mereka juga bercahaya bagaikan bintang. Aku pun bertanya kepada malaikat yang berada di sana,"Siapa mereka?"."Mereka adalah para nabi yang sedang menunggu Muhammad, karena pada Muhammad lah kendalinya syafa'at berada". Dan aku pun bertanya,"Dan di mana Muhammad? Bawa aku pada beliau, aku adalah pelayan sekaligus sahabat beliau, Abu Bakar". Maka malaikat pun membawaku pada Rasulullah. Dan apa yang aku lihat? Aku melihat Rasulullah berada di tiang 'Arsy. Dua tangannya terbentang bersama sorbannya, beliau sedang berusaha menghalangi pintu neraka dengan kedua tangannya. Dan aku mendengar beliau memohon,"Ilaahii ummatii, ilaahii ummatii, ilaahii ummatii. Di antara mereka ada para ulama, orang-orang sholeh, orang-orang yang haji dan umroh, orang-orang yang berperang dan para mujahidin ...". Dan tiba-tiba terdengar suara,"Hai Muhammad, engkau hanya ingat pada thoifah yang tho'at, tapi tidak ingat pada thoifah yang lain. Ingatlah pada orang-orang yang dzolim, peminum khamr, wanita yang berzina, dan orang-orang yang memakan riba (mereka seharusnya di siksa, mengapa engkau tetap menghalangi pintu neraka?)". Dan aku mendengar Rasulullah menjawab,"Yaaa Rabb, memang demikianlah mereka adanya, tetapi tak satu pun dari mereka yang menyekutukan-Mu, mereka tidak menyembah berhala, tidak mengatakan Engkau beranak, dan mereka tidak goyah dalam tauhidnya. Maka, wahai Tuhanku terimalah syafa'atku untuk mereka". Maka aku berkata kepada Rasulullah:"Irfiq binafsika yaa Muhammad". Kemudian Rasulullah berkata kepadaku:"Hai Abu Bakar, sungguh aku telah memohon kepada Rabbku untuk memberikan syafa'at kepada umatku, seluruh umatku atau sebagiannya". Namun belum sempat aku menjawab Rasulullah, engkau telah mengetuk pintu, membangunkanku dari tidurku yaa Ibnul Khattab."

Setelah Abu Bakar bercerita demikian, tiba-tiba terdengar suara dari arah pintu "... (aku telah memintakan syafaat untuk) seluruh umat sebanyak tiga kali wahai Abu Bakar". Serentak Abu Bakar dan Umar bin Khattab berucap:"Alhamdulillaah".

Hikaayatud Dzoriifah shohifah 39

By : Labib Fayumi

20.9.07

Ramadlan, Wahana Menebar Syiar



Ramadlan tiba, segenap umat muslim bersuka cita. Semuanya berlomba, mengumpulkan butir mutiara pahala di bulan mulia. Musholla dan masjid-masjid penuh sesak, tak mampu menampung jumlah jama'ah yang membludak. Dengung suara tilawatil quran, dengan gagahnya berkumandang. Tak ketinggalan, beribu zakat dan shodaqoh berlomba dikucurkan. Indah .. indah nian. Nuansa islam begitu hidup karenanya.

Maklum memang, bila umat mukmin menyambutnya sedemikian rupa. Ramadlan, ibaratnya merupakan tempat persinggahan dan peristirahatan. Tempat menghela nafas dan melepas lelah dari jenak-jenak hidup yang membosankan. Setelah sebelas bulan lamanya kita "ngalor-ngidul" berurusan dengan dunia, hanya memperhatikan jasadiyah kita, kini saatnya kita harus kembali memaksimalkan diri untuk lebih memanjakan ruhiyah kita. Menyucikan hati serta membersihkan diri dari noda-noda dosa yang telah kita buat sebelas bulan lamanya. Sekaligus menjadi trigger untuk mengawali kembali liku-liku hidup setelahnya.

Bagi penulis sendiri, kehadiran Ramadlan tahun ini telah mengingatkan akan indahnya Ramadlan tahun-tahun sebelumnya. Tentunya dengan harapan semoga kenangan indah itu terulang lagi untuk Ramadlan tahun ini, atau lebih malah.

Dan sebagian dari kenangan tersebut adalah hidupnya nuansa keislaman di bulan suci ini. Lihatlah, bagaimana ketika muslim muslimat dengan semangatnya berduyun-duyun pergi ke masjid, yang muslimah anggun dalam putihnya, yang laki-laki pun anggun bersama koko dan kopyah yang dikenakannya, serta lihatlah tak ketinggalan pula ribuan santri di kota santri yang hampir setiap ba'da sholat maktubahnya berduyun-duyun ke majlis ilmu. Tentram, tentram sekali hati ini ketika menyaksikannya. Islam seakan menemukan nafasnya. Dalam kebersamaannya, umat muslim secara tak sengaja menunjukkan wibawanya, dalam suasana ukhuwahnya umat muslim telah menunjukkan kehormatan akan jati dirinya.

Syiar Islam pun melebar. Yang jarang ke masjid pun menjadi sering ke masjid di bulan Ramadlan (terlepas dari ikut-ikutan karena malu atau tidak), yang pelit pun menjadi bersedia berbagi demi dilihatnya banyak saudaranya yang bershodaqoh, yang jarang mengaji pun menjadi sering membuka Al-Qurannya untuk ikut tadarus di musholla. Tak hanya orang tua, yang muda pun tampak bersemangat. Semuanya masih awalan memang, meski masih dalam tahap "ikut-ikutan" bukankah itu sebuah pintu menuju kebaikan yang lebih?

Tapi sayang sekali, keindahan tersebut di beberapa tempat hanya berasa sementara. Manis di awal, terasa hambar di sisa. Begitulah, sepuluh hari pertama memang amat terasa, tapi di hari-hari sisanya keindahan itu menjadi hampa sebagaimana hari biasa. Orang-orang yang berjama'ah di masjid untuk sholat tarawih pun semakin maju, maju shofnya. Mungkin benar adanya jika dikatakan bahwa Ramadlan bagaikan sebuah event pertandingan. Di babak penyisihan (10 hari pertama) banyak sekali peminatnya, dan di 20 hari sisanya (semifinal dan final) makin sedikit kontestannya.

Kasihan memang. Penulis sendiri saat melihat kondisi yang demikian menjadi teringat akan sebuah hadist dari Abu Hurairah, yang artinya kurang lebih begini :
“Ada tujuh kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah pada hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan-Nya. Mereka adalah pemimpin yang adil, anak muda yang senantiasa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, seseorang yang hatinya senantiasa dipertautkan dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, yakni keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang laki-laki yang ketika dirayu oleh seorang wanita bangsawan lagi rupawan lalu ia menjawab: “Sungguh aku takut kepada Allah”, seseorang yang mengeluarkan shadaqah lantas di-sembunyikannya sampai-sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat tangan kanannya, dan seseorang yang berzikir kepada Allah di tempat yang sunyi kemudian ia mencucurkan air mata”. (H.R.Bukhary - Muslim).

Hubungannya dengan Ramadlan? Coba kita baca poin "....anak muda yang senantiasa beribadah kepada Allah Azza wa Jalla, seseorang yang hatinya senantiasa dipertautkan dengan mesjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, yakni keduanya berkumpul dan berpisah karena Allah ...".

Indahnya syiar Ramadlan yang kita rasakan semuanya bermuara pada satu rumah suci yakni masjid. Jika Ramadlan saja masjid kita cepat sepi, maka syiar Islam pun patut dipertanyakan sebagai konsekwensinya.

Adalah seorang pemuda di sini yang hendaknya lebih berperan aktif menggalakkan syiar ini. Taqorrub ilallah selama Ramadlan (setidaknya) merupakan wujud aplikasi nyatanya. Yang selanjutnya akan membawa hatinya untuk terpaut dengan masjid. Lihatlah, bukankah indahnya nur nuansa syiar bulan suci terpancar terutama dari masjid-masjid? Jika telah demikian, akhirnya jadilah mereka orang-orang yang mencintai karena Allah, berkumpul dan berpisah karena Allah (gambaran : perhatikan betapa "mesranya" mereka yang berduyun jama'ah sholat tarawih, berangkat bersama dan pulang bersama. Menebar indahnya syiar di sepanjang jalan yang dilaluinya).

Menjadi suatu hal yang patut disesalkan jika yang terjadi malah kebalikannya, masjid malah dianggap sebagai sesuatu yang kuno. Lebih "trend" apabila berada di mall-mall, bioskop-bioskop, cafe, club metropolis, dan taman-taman cangkrukan. Innalillah, itulah yang telah menghinggapi benak sebagian pemuda muslim saat ini. Sungguh kaum kuffar telah berhasil memainkan skenarionya untuk mencincang syiar Islam dengan menjauhkan generasi muda muslim dari masjid.

Maka, dengan momentum Ramadlan 1428 ini marilah kita bangkit bersama. Jalin ukhuwah, meriahkan masjid-masjid dan musholla-musholla kita selama bulan suci, hiasi hari kita dengan berbagai amal kebaikan, berlomba dan senantiasa berlomba untuk kebaikan di dalamnya. Sungguh menjadi impian kita bersama, bila indahnya nuansa Ramadlan tak hanya berada di Ramadlan saja. Syiar Islam akan menemukan jati dirinya yang sesungguhnya. Jadi, siapkah kalian, wahai ikhwah, untuk menjadi salah satu pionirnya?

*fyuh, setelah tertuda-tunda kesibukan akhirnya jadi juga artikelnya. Tapi telat, hiks.

By : Labib Fayumi
FTIf - ITS

6.9.07

Waladldlooolliin .... !




Aku duduk terpekur di pinggir serambi musholla. Al-Quran masih kudekap erat. Sesekali kupandang langit yang penuh bintang, sambil lamat-lamat bibir komat-kamit,"Ghoiril maghdluubi 'alaihim waladldlolliiin," apa yang salah? Pikirku. Sudah tiga hari ini kopyah yang bertengger di kepalaku terkena lecutan sabet bambu Abah (panggilan santri ke kyai ku). Kata beliau mahkroj huruf dlot ku masih 'keliru'. Sedih, tiga hari tanpa kemajuan. Padahal ketika aku sorogan (setor bacaan) ke kang Abror (nama samaran), menantu Abah, katanya tak ada masalah, bagus malah. Duh ...!

"Kang Dzakiy, hayooo .. ngelamun apa ...!" sebuah suara membuyarkan lamunanku. Kang Maman, ia meringis tersenyum sambil memegang pundakku dari belakang."Biasa kang ..., lagi nunggu giliran," jawabku beralasan. Betulkan? Giliran untuk mengaji ke kang Abror maksudnya."Sampeyan duluan aja, saya tak akhir-akhir wae," ujarku."Heee ... gitu ... orang nanya ngelamun apa malah diusir ya ya ... Oh ya kang, ntar ba'da isya' ajarin Fisika ya ...," Maman memijit-mijit pundakku keras-keras. Ketika aku berbalik hendak balas memijat, Maman sudah ngacir melarikan diri sambil senyum-senyum.

Aku menghela nafas. Suara santri yang sorogan ke Abah masih nyaring terdengar. Aku hendak membuka mushaf, ketika seraut wajah cantik terlongok dari pintu ndalem (sebutan santri untuk rumah kyai) sebelah musholla. Deg, mbak Rahma , putri kedua Abah. Abah, ketika saya menjadi santri di sana, beliau mempunyai dua orang putra, yakni mas Fudlail dan mbak Rahma. Mas Fudlail lebih tua dua tahun saya dan mbak Rahma 2-3 tahun lebih muda dari saya.

Saat menatap ke arahku, mbak Rahma tersenyum. Aku jadi salah tingkah, malu...!. Dengan bergegas aku masuk ke gedung asrama putra di samping kiri musholla (mushola, ndalem, asrama putra, asrama putri terhubung satu sama lain), dan duduk antri sorogan di barisan belakang.

Kang Abror mengamati pergerakan lisanku. Huruf demi huruf shuroh Al-Fatihah kubaca dengan mantap."Waladldlooolliin," Sesaat ..hmhmh ... kuhembuskan nafasku. Maklum membaca dengan suara keras dan makhroj yang benar-benar shohih, membuatku terengah-engah kelelahan.

Kulirik kang Abror, ia hanya manggut-manggut saja. Tandanya meyilakanku untuk melanjutkan bacaan yang akan ku setorkan. Sampai ayat terkahir, ternyata tak ada yang salah. Betulkah tak ada yang salah? Usai mengaji, kusempatkan mengeluh pada kang Abror kalau Dlot-ku masih salah di hadapan Abah."Tetep nderes mawon kang (tetaplah untuk banyak tilawah, kang)," itu saja yang beliau sarankan. Aku tambah 'manyun', beliau hanya tersenyum.

Isya', kurang lima menit. Aku masih mengulang bacaan Dlot-ku, di mana salahnya? Ku raba, ku rasa setiap jengkal makhrojnya. Ya Allah, berilah ketajaman pada lisanku untuk melafalkan dengan benar kalam-Mu. Tanpa sadar hatiku memanjatkan doa.

"Tong tong tong ... tong," bunyi kentongan tanda isya' ditabuh. Segera, terlihat para petugas keamanan pondok berseliweran 'mengahalau' santri-santri agar segera ke musholla. Santri di sini memang terdiri dari berbagi tingkat pendidikan, ada yang masih SD, SMP, dan SMA. Jika tak ada yang mengingatkan tentu santri-santri ciliknya lebih memilih bersenda gurau dari pada ke musholla. Huh ...repotnya !

"Kang ... kang ... kang Dzakiy, adzan kang," tiba-tiba seorang pengurus terkopoh-kopoh datang sambil meneriakiku. Lho? Masya Allah bukankah malam ini adalah jadwal saya adzan 'isya?."Oh inggih kang, ngapunten kulo supe ...(Iya kang, maaf saya lupa)" ujarku terburu-buru sambil meletakkan Al-Quran kecilku di atas kusen jendela asrama."Piye to kang, saking khusyu' nderes supe jadwal adzan," Aku hanya tersenyum menanggapinya sambil tergesa menuju mushola.

Kulihat ratusan santri sudah membentuk shaf dengan rapi."Allahu akbar .. Allaaahu akbar..,". Bukan suara jawaban adzan yang kudengar."Wah, ini pasti kang Dzakiy ya yang adzan. Bagusnya ...!" terdengar kasak-kusuk dari ruang musholla putri."Nggak penting blass," protesku serta merta. Dalam hati tentunya, namun yang lebih parah ... tampak beberapa akhwat kecil menongolkan wajahnya hendak mau melihatku adzan, mungkin begitu maksudnya. Alamaaaaaak....! Untung pengurus putrinya langsung bertindak.

Setelah sholat isya', para santri belajar pelajaran sekolah umunya. Aku masih malas. Maman yang tadi minta diajarin Fisika pun aku abaikan. Saat kubilang aku sedang nggak mood ia hanya nyengir kuda.

Kutemui kang Sholeh yang sudah bilghoib untuk menyimak Fatihahku, betul katanya. Ganti kang Zaid, betul juga, kang Ihsan, bagus banget begitu malah komentarnya. Ya Allaaaah ....!

Pelajaran yang lumayan malah kudapat dari kang Qosim, keponakan abah sendiri. Katanya begini, begitu (banyak pokoknya) dan aku disuruh mempraktekannya. Sudah bagus, begitu akhirnya komentar kang Qosim."Bagus lagi ... bagus lagi..," batinku.

Keesokan paginya, ba'da shubuh aku antri pertama setoran ke Abah. Mataku masih berat sebenarnya, maklum hampir semalaman memelototi Al-Fatihah ditemani kang Qosim yang juga 'nyambi' belajar.

Dengan tajam Abah mengawasi pergerakan lisanku. Sabet bambunya sudah teracung ke atas kepalaku. Aku menjadi gemetar."Ghoiril maghdluubi 'alaihim waladldlolliiin," kulafalkan dengan seksama tiap hurufnya. Dan ... sabetnya bergerak. Mataku terpejam ..., "Kalau memang salah ya pasrah," pikirku sedih. Satu, dua detik tak kurasakan sabetan bambu Abah di kopyahku. Kubuka mata, ternyata sabet bambu Abah tak berada di atas kepalaku lagi, beliau tak jadi memukul. Malah, beliau sudah mengalihkan perhatian ke santri lain yang juga sorogan (satu kali sorogan Abah menyimak tujuh santri sekaligus).

Mataku berkaca-kaca. Kulirik wajah abah, dan .... mata kami bertemu. Mungkin beliau heran mengapa aku terdiam. Abah mengangguk, mengisyaratkan bahwa bacaanku tadi sudah benar. Dan dengan mata yang hampir menangis kuteruskan bacaan Al-Quranku, meneruskan jatah sorogan yang sudah tiga hari tak bertambah sama sekali. "Ya Allah ... Memang hanya nabi-Mu yang paling fasih dalam melafadzkan huruf Dlot (Sabda Nabi :"Ana afshohu ma naqola bidldlood" (Aku adalah sefasih-fasihnya orang yang mengucapkan huruf Dlot)), maka berikanlah kefasihan dalam lisanku sebagaimana kefasihan yang ada pada nabi-Mu."

Saking seneng dan harunya, lelehan air mataku seperti tak henti mengalir hingga aku sorogan ke kang Abror."Lho kang Dzakiy, kenapa kok nangis, disabet lagi?," kang Abror bertanya keheranan. Dalam tangisku, aku hanya tersenyum."Mboten kang".


* Diambil dari kisah nyata, nama tokoh semua disamarkan

By : Labib Fayumi
FTIf - ITS

9.8.07

Beberapa Album Foto di MTQ (Edisi Special MTQ Mahasiswa X, Habis)








Ternyata Masih Belum Saatnya (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Terpukul dan kecewa, itulah yang kami rasakan setelah mengetahui bahwa kami masih belum mampu memberikan gelar juara MTQ bagi ITS. Semua apa yang telah kami persiapkan dan usahakan rasanya sia-sia, menguap entah kemana. Betapa tidak? Kami berangkat menuju palagan perlombaan dengan penuh keyakinan bahwa setidaknya dua gelar dapat kami raih. Tapi, ternyata kenyataan masih berkata lain. Pasrah, ya itulah apa yang kami bisa untuk saat ini.

Memang, penampilan ITS pada MTQ kali ini mengalami peningkatan dari pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi apa hendak dikata, meski dinyatakan siap, ternyata rival ITS lebih siap dari yang diduga. Dapat dilihat perbandingannya, kontingen MTQ ITS persiapan maksimal hanya satu bulan, sedang perguruan tinggi lain melakukan persiapan ternyata satu tahun, jauh sebelum MTQ digelar.

Dari sisi ini pantaslah jika kita mengalami kekalahan. Belum lagi jumlah peserta MTQ yang dari tahun ke tahun meningkat drastis. Tercatat pada MTQ UNSRI tahun ini ada 107 perguruan tinggi yang berpartisipasi dengan total jumlah 800 peserta.

Meski demikian kans ITS untuk menang masih sangat terbuka lebar untuk tahun-tahun selanjutnya asalkan kurva peningkatan mutu kontingen yang dikirim tetap terjaga. Ya, kami yakin sepenuhnya jika suatu saat ITS pasti mampu menjuarai ajang bergengsi bidang religi ini.

Ada satu pernyataan rekan seperjuangan di UNSRI yang menarik perhatian saya dan tentu patut direnungkan kiranya."Betapa hebatnya ya andaikan ITS bisa menjuarai MTQ, syukur-syukur kalau juara umum. Bukankan itu membuktikan bahwa keseimbangan antara IPTEK dan IMTAQ benar-benar ada di ITS?" Begitulah kata teman saya.

Sebuah harapan yang terkesan polos dan sederhana. Namun, bagi saya perkataan tersebut memiliki arti yang sangat mendalam. Dapat dibayangkan, seperti apa hegemoni ITS di mata perguruan tinggi di Indonesia (baik IAIN, PTN, dan PTS) andaikan mampu menggabungkan dua faktor di atas. Kampus teknologi yang Qurani. Luar biasa bukan?

Itu semua bukan mimpi, sekali lagi bukan mimpi. Entah kapan dan siapa yang akan mampu menorehkannya, tergantung bagaimana regenerasi pengembangan generasi qurani di ITS sendiri.

Dan kiranya untuk itu apa yang telah dinyatakan Pembantu Rektor III ITS patut juga diperhatikan. Bahwasanya perlu dibentuk lembaga khusus yang secara independent melakukan pembinaan yang mengarah ke sana (semacam Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ)).

Sebagai referensi, Universitas Jambi yang merupakan juara umum MTQ tahun ini berani melakukan banyak pengorbanan untuk menang. Pelatih khusus bidang tilawah didatangkan dari luar. Dan tak tanggung-tanggung, ketika MTQ berlagsung pun sang pelatih tetap mendampingi mereka.Tak heran jika qori'-qori'ah mereka (putra-putri) lolos sebagai juara.

Intinya, bercermin dari sang juara, ITS juga harus mengeluarkan banyak pengorbanan jika ingin merebut tahta MTQ, baik tenaga dan biaya. Apalagi mengingat pembinaan pada bidang-bidang tersebut dapat dikatakan masih sangat minim di ITS.

Menjadi suatu hal yang mengharukan manakala rekan-rekan dengan penuh semangat mendorong official kami, kebetulan ia juga adalah dosen agama Islam, untuk segera merealisasikan apa yang telah diutarakan PR III ITS. Bahkan, mereka mengungkapkan untuk siap membantu.

Sebuah tekad yang bulat, itulah apa yang saya tangkap dari kata-kata mereka yang begitu bersemangat. Tentu, sebagai salah satu kontingen yang mencicipi pahitnya gagal di MTQ, kami sepatutnya untuk tak berdiam diri. Setidaknya ada usaha "balas dendam", terlebih sangat bersyukur sekali jika kami sendiri yang membalas "dendam" tersebut.

Mungkin bagi kami, satu-satunya kesempatan adalah tahun 2009 nanti itupun jika masih ada kesempatan. Karena memang rata-rata kontingen MTQ X ITS berasal dari angkatan 2005, kecuali khusus untuk cabang tilawah yang diwakili akhwat 2006.

Tapi, walau memiliki kesempatan yang minim bukan berarti kita tak mempersiapkan diri. Zaenal Arifin (Cabang MKhQ), Biologi 2005, malah berkata pada official,"Pak, kalau tahun 2009 nanti saya masih diperkenankan ikut, Insya Allah saya bisa menang." Arifin yang mengakui bahwa cabang kaligrafi MTQ X memiliki mutu jauh lebih bagus dibandingkan MTQ IX (di Pontianak) nampaknya tak ingin kecolongan kedua kalinya. Padahal mengacu pada hasil kaligrafi MTQ Pontianak, Arifin optimis lolos. Tapi ternyata tidak demikian ketika di UNSRI, lawan-lawan baru yang tangguh banyak bermunculan.

Bagi saya pribadi, kekalahan di UNSRI memang cukup menyakitkan. Maklum, MTQ X UNSRI dapat dikatakan merupakan kemunculan saya pertama sejak beberapa tahun (sekitar 2-3 tahun) vakum dalam kancah per-MTQ-an. Wajar jika saya sangat kecewa karena dalam penampilan perdana tak mengahasilkan apa-apa, ditambah lagi kekalahan yang tak lepas dari kondisi ruang lomba (suara saya anti ruang ber-AC).

Satu hal lagi yang membuat saya dan kawan-kawan kontingen MTQ tertekan, bahwa kami ke sana membawa amanat (baca : mewakili) 19000 civitas akademika ITS, begitu yang diungkapkan PR III ITS. Karenanya, dengan kegagalan ini kami khususnya saya sendiri merasa berdosa sebab belum mampu memberikan yang terbaik bagi civitas akademika.

Oleh karena itu, sekaligus menutup artikel ini, saya sebagai salah satu wakil dari kontingen Musabaqah Tilawatil Quran atas nama rekan-rekan kontingen MTQ Mahasiswa Nasional X memohon maaf karena belum mampu mengemban amanat. Insya Allah di lain kesempatan, ITS (dengan segenap dukungan civitas akademika tentunya) akan mampu mengibarkan benderanya di panggung kemenangan MTQ Mahasiswa Nasional. Pasti ...! AAAmiin ...!

"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."" At-Taubah, 105

By : Labib Fayumi
FTIf-ITS

8.8.07

Masjid Agung Palembang (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)


Masjid Agung Palembang didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (Jayo Wikramo) pada tanggal 1 Jumadil Akhir 1151 H (1738 M) dan baru dapat diresmikan pada tanggal 28 Jumadil Awal 1161 H atau 26 Mei 1748 akibat sulitnya mendapatkan material bangunan.

Bangunan ini terletak di belakang Benteng Kuto Besak (BKB) dan dulunya di kelilingi oleh sungai Musi, Sekanak, Tengkuruk, dan sungai Kapuran.

Bangunan masjid pertama kali berukuran 30x36 meter. Keempat sisi bangunan ini terdapat empat penampilan yang berfungsi sebagai pintu masuk, kecuali di bagian barat yang merupakan mihrab. Masjid ini merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam.

*disadur dari Al-Akhbar, Jurnal MTQ Mahasiswa Nasional X

Qiroah Indah Al-Handawi (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)


Suaranya begitu merdu, mendayu melantunkan setiap huruf Al-Quran membuat hadirin yang mendengarnya terlena dalam buaian indahnya ayat yang dibacakannya. Dalam fasihnya, sang qori' seakan mengajak para hadirin untuk berdzikir memuji keagungan-Nya.

Dialah qori' Mesir Hajjaj Ramadlan Al-Handawi. Beliau hadir secara khusus di tengah perhelatan MTQ Mahasiswa Nasional X dan pelantikan pengurus cabang Jam'iyyatul Qurra' Wal Huffadz Palembang dalam rangka persiapan MTQ Pondok Pesantren se-Indonesia.

Bertempat di Masjid Agung Palembang para kontingen MTQ Mahasiswa diberi kesempatan untuk mendengar suara emasnya yang dikemas dalam sesi acara Haflah Akbar tersebut. Sehingga tak aneh bila malam itu , (1/8), suasana di Masjid Agung Sultan Badaruddin nampak sangat ramai. Apalagi dalam Haflah tersebut hadir pula qori'-qori' kelas internasional dari Indonesia. Para peserta MTQ pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, paling tidak sebagai wahana menambah pengetahuan fariasi naghom terbaru.

Diawali dengan penampilan tujuh qori' Indonesia, Haflah Akbar berlangsung seru. Tak jarang hadirin berseru bersama melafalkan lafdzul jalalah karena terpesona akan keindahan lantunan ayat Al-Quran. Di akhir, sebelum Al-Handawi tampil, penampilan qori' kita ditutup dengan trio tilawah yang dibawakan tiga qori'ah Indonesia.

Ketika Al-Handawi mulai membaca ta'awudz, hadirin langsung langsung terdiam. Terlena, ya benar-benar terlena. Hampir selama satu jam Al-Handawi membawakan qiroahnya, dan selama itu pula hadirin yang mendengarkan larut dalam kalam-kalam illahi. Waktu satu jam seakan tak terasa. Cucuran air mata hadirin yang mendengarkan qiroah beliau pun mengalir tak tertahankan. Ya, termasuk saya. Memang, ketika Al-Quran dibaca oleh ahlinya, terasa benar kedasyatan indah tiap lafal kalamnya.

Diceritakan, konon Al-Handawi telah hafal Al-Quran sejak usia 10 tahun. Empat tahun kemudian beliau mengkhatamkan ilmu Al-Quran dan beberapa tahun setelah itu Al-Handawi mejuarai Musabaqah Tilawatil Quran Internasional di Makkah. Umur Al-Handawi hingga saat ia beliau tampil di Masjid Agung Sultan Badaruddin adalah 29 tahun. Sangat muda jika dibandingkan gelarnya sebagai seorang Masyayyikh.

Sebelum tampil di Masjid Agung Palembang, Al-Handawi menempuh perjalanan Mesir-Indonesia selama 17 jam dengan rata-rata satu jamnya 700 kilometer. Dan begitu sampai di Palembang, tanpa istirahat terlebih dulu beliau langsung membawakan tilawah selama satu jam. Jadi dapat dikatakan, suara Al-Handawi yang sempat membuat hadirin menangis adalah suara sisa perjalanan 17 jam. Seperti apa suara beliau jika tak terpengaruh lelahnya perjalanan? Subhanallaah.

By : Labib Fayumi

FTIf-ITS

7.8.07

Repotnya Nahawand ... (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Senin siang,(30/7), usai sholat dzuhur dan keliling bazar ukhti Rossa mendapat jadwal untuk mengambil maqro' yang harus dibacanya besok pada lomba Tilawatil Quran. Namun, terlambat ternyata ruang juri sudah tutup. Dan terpaksa harus balik ke ruang perlombaan tilawah untuk menemui jurinya. Lagi-lagi ternyata ada kendala, dan setelah beberapa saat "moncat-mancit" kesana-kemari akhirnya maqro' pun berhasil di dapat. Ukhti Rossa kebagian surat Annaml ayat 32.

Segera, setelah mendapat maqro' tersebut U' Rossa langsung kebingungan sendiri. Lho? Ternyata ia minta bantuan untuk "mendesain" lagunya sekaligus mengatur pemberhentian waqofnya agar tak salah dalam segi makna. Waktu itu kami masih di tempat lomba tilawah. Merasa tak tenang tenang dengan suasana akhirnya U' Rossa mengajak kembali ke penginapan agar lebih fokus.

Ba'da maghrib, dibantu oleh Pak Saiful (Official yang kebetulan juga mahir qiroah) akhirnya kita rame-rame mengarang lagu. Patokan awal, kita menargetkan minimal tiga lagu bisa masuk dalam rentang waktu sembilan menit, waktu standar untuk lomba tilawah.

Sukses, hingga ba'da isya' akhirnya kita berhasil mematangkan lagu bayyati mulai bayyati qoror hingga jawabul jawab. Hanya saja, ketika mendesain lagu kita seringkali kerepotan karena harus menyelaraskan suara agar sesuai dengan nada U' Rossa. Ditambah lagi ada beberapa fariasi lagu yang masih asing yang terpaksa memang harus diulang-diulang agar U' Rossa bisa menguasai.

Malam makin larut, Pak Saiful akhirnya minta diri untuk istirahat. Saya pun menyarankan aga' U' Rossa istirahat, tapi ia menolak karena masih merasa belum bisa, hampir nangis malah. Saya jadi kasihan sendiri. Terpaksa secara 'kilatan' saya memberikan rancangan lagu Hijazz hingga tingkat Hijazz kar kur. Tak ketinggalan pula sekalian lagu Nahawandnya. Alhamdulillah, dalam tempo tak terlalu lama ia bisa menguasainya, meski belum matang betul.

Keesokan paginya, "mruput" U' Rossa kembali berlatih. Sudah lumayan kami pikir. Tapi masalah baru muncul ketika menginjak lagu Nahawand, ternyata ketika nada U' Rossa diturunkan, suaranya malah tak terdengar sama sekali. Dari pada pusing-pusing akhirnya kita memutuskan untuk sementara lagu tersebut dilewati dan dilanjutkan dengan fariasi syika. Dan berhasil, tinggal menutup dengan bayyati penutup.

Sekitar pukul 05.45 pagi, U' Rossa dan Arifin saya ajak jalan-jalan pagi. Di sepanjang jalan U' Rossa tetap memegang mushafnya untuk mengulang-ulang fariasi lagu Nahawand.

Waktu perjuangan yang sesungguhnya pun tiba. Selasa siang kami rame-rame mengantarkan U' Rossa. Giliran terakhir ternyata.

Lomba Tilawah masih break. Usai makan pempek menu break perutku langsung mules. Entah kebetulan atau bagaimana usai dari kamar kecil dan kembali ke arena lomba Tilawah ternyata U' Rossa sudah selesai tampil. Kata rekan-rekan penampilan wakil tilawah kita sangat bagus, meski ada sedikit kekurangan. Saya sendiri jadi penasaran dan menyesal, kenapa tampilnya harus bebarengan ketika saya ke belakang ya?!!


By : Labib Fayumi
FTIf-ITS

Songket Palembang (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Songket merupakan kain tenun khas Palembang. Sepintas kain tenun khas Palembang ini punya kemiripan dengan songket sejenis, namun bedanya justru terletak pada penggunaan benang emasnya.

Nama-nama songket Palembang pun terdengar eksentrik semisal Mawar Jepang, cantik Manis, Bintang Berantai, Nago Besaung, dan Bungo Cino.

Harga songket pun berfariasi, berkisar 700 ribu sampai dua juta rupiah. Yang paling mahal berkisar 10 juta - 50 juta yaitu songket benang emas jantung.

Tapi, jangan khawatir ada juga yang murah meriah tapi dalam bentuk cinderamata seperti dompet, sandal, dan gantungan kunci.

*disadur dari Al-Akhbar, Jurnal MTQ Mahasiswa Nasional X

6.8.07

Sempat Bingung Tentukan Kategori (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Lumrahnya lomba Musabaqoh Khattil Quran (MKhQ) terdiri atas dua kategori yakni Dekorasi dan Mushaf, paling tidak itulah pembagiannya berdasarkan pengalaman Zaenal Arifin, wakil ITS dalam MKhQ di Palembang.

Namun, ketika tiba di Palembang pada Jumat sore (27/7) ada kabar bahwa tak ada kategori dalam MKhQ. Kontan saja khattat muda kita pun kebingungan. Setelah pengambilan maqro' dan tahu jika tak ada pembagian kategori Arifin pun memutuskan membuat kategori mushaf.

Tapi, lagi-lagi kabar burung kembali membuat Arifin kebingungan. Ketika panitia mengumumkan nomor undian peserta, diputuskan jika MKhQ terdiri atas dua kategori padahal saat itu maqro' telah ditentukan. Akhirnya dari pada berlama-berlama dalam kebingungan si Arifin memutuskan tetap pada kategori mushaf.

Puncaknya, menjelang acara pembukaan Arifin iseng-iseng ke salah satu tempat lomba MTQ yang ternyata adalah tempat cabang MKhQ juga. Setelah melihat bahwa papan yang terpasang adalah ukuran dekorasi, Arifin pun bingung kembali.

Akhirnya keesokan harinya pada Minggu sore (29/7), setelah semalaman mendesain dasar dan meng'oplos' warna cat, Arifin tetap pada keputusannya untuk membuat model mushaf.


By : Labib Fayumi
FTIf-ITS

Benteng Kuto Besak (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Benteng Kuto Besak (BKB) adalah salah satu peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam setelah Keraton Kuto Gawang, Keraton Beringin Janggut (dibangun Susuhunan Abdul Rahman), dan Keraton Kuto Batu / Kuto Lamo (di bangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I) di tepi sungai Tengkuruk (dekat kaki jembatan Ampera sekarang).

Akibat perlawanannya terhadap penjajah, nasib keraton-keraton Palembang sangat memprihatinkan. Kuto Gawang hancur akibat perang tahun 1695. Kuto Beringin Janggut hancur tanpa catatan yang jelas dan Kuto Lamo sengaja dibongkar Belanda pada 1825 dan bahannya untuk membangun rumah komisaris Belanda, J. Sevenhoven (sekarang museum Sultan Mahmud Badaruddin di samping BKB).

BKB sendiri didirikan tahun 1780 oleh Sultan Muhammad Bahauddin, cucu Sultan Mahmud Badaruddin I (Jayo Wikramo) dan selesai tahun 1797. BKB tak hanya berfungsi sebagai benteng tapi juga sebagai keraton.

Sebagai objek wisata budaya, BKB sekarang tentu tak seperti pada masa kesultanan karena telah diporak-porandakan untuk kepentingan militer Belanda.

BKB yang dimiliki masyarakat Palembang sekarang hanya sebatas dindingnya saja, karena masih perlu perjuangan panjang untuk mengembalikannya sebagaimana fungsinya dalam tataran budaya sebagai benteng sekaligus keraton kesultanan.


*disadur dari Al-Akhbar, Jurnal MTQ Mahasiswa Nasional X

Kapal Selam Dimakan? (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Jangan heran apabila mendengar bahwa di Palembang "Kapal Selam" biasa di makan. Tapi sayang kebiasaan itu tak bisa masuk rekor MURI. Lho, kok biasa dimakan?

Subhanaallah, yang dinamakan "Kapal Selam" itu ternyata varian jenis makanan khas Palembang, empek-empek yang berisi telur. Rasanya, maknyusss, begitu kata salah seorang rekan di MTQ. Apalagi kalau dicampur cuka (saus).

Kuliner khas ini dapat dijumpai di HORECA (Hotel, Restoran, Cafe) dan warung-warung makanan seantero Palembang. Nah tinggal pilih mana selera kita, yang pas di kantong atau pas di lidah, semuanya ada.


*di sadur dari Al-Akhbar Jurnal MTQ Nasional Mahasiswa X

Serunya Cabang Fahmil Quran (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Dari sekian banyak cabang lomba yang di ikuti ITS di antaranya adalah Musabaqoh Fahmil Quran (MFQ). Keikutsertaan ITS dalam cabang lomba ini pun tergolong mendadak karena baru diputuskan setelah khafilah tiba di Palembang. Satu alasan mengapa ITS memutuskan untuk ikut cabang lomba yang awalnya tak ditargetkan ini mungkin hanyalah beralasan sebagai pemerataan saja. Namun tak dinyana, siapa sangka ternyata tim ITS ternyata mampu tampil lebih dari yang duga?

Mengkombinasikan peserta dari Tartilul Quran (Labib Fayumi), Tilawah (Rossa R. Fitriyah), dan LKTIA (Bagus A.) tim ITS ternyata mampu memberikan perlawanan sengit meski pada akhirnya ditaklukkan tim Universitas Andalas dengan skor tipis (Akhirnya Andalas melaju hingga menjadi juara).

Tampil pada putaran ke-15 pada Minggu,(29/7), tim ITS bertarung melawan salah satu universitas di Yogyakarta (namanya saya lupa) dan Universitas Andalas. Sejak awal penampilannya, Andalas yang berkedudukan sebagai regu A tampil menggebrak dengan mampu menjawab 11 pertanyaan yang menjadi jatahnya. Begitu juga dengan regu B yang berasal dari Yogya, mereka juga mampu menjawab hampir keseluruhannya dengan baik meski ada sedikit kekurangan sehingga dilempar dan direbut oleh regu A. Keadaan ini sempat membuat tim ITS ketar-ketir, maklum kita memang tanpa persiapan.

Menjelang giliran ITS sebagai regu C untuk menjawab pertanyaan, sang juru bicara (Labib Fayumi, Red) bersama dua anggota regunya menfokuskan perhatian (soal-soal memang mengandung ayat-ayat Al-Quran yang panjang) agar pertanyaan kita terjawab dan tak dilempar ke regu lainnya.

Alhasil, ternyata ITS mampu menjawab sebelas pertanyaan yang dilontarkan oleh dewan hakim meski ada beberapa kekurangan di antaranya. Kondisi ini cukup menjadi trigger bagi tim kita bahwa mereka punya peluang.

Menjelang babak rebutan, kembali Andalas menunjukkan dominasinya. Tapi bukan ITS jika kita tak tampil tanpa kenekatan. Dan sukses, kita berhasil merebut setidaknya empat dari 11 pertanyaan rebutan meski ada beberapa di antaranya salah dan mengakibatkan pengurangan nilai. Mayoritas kesalahan yang dialami tim kita adalah pada bidang seni baca Al-Quran. Banyaknya fariasi tujuh lagu Al-Quran membuat tim kita sering terkecoh, seperti ketika ada sebuah lagu yang seakan-akan angkatannya Hijaz ternyata setelah ditebak ternyata bukan Hijaz.

Hingga pertandingan berakhir, tim ITS tetap tak mampu mengungguli tim Andalas yang tampil agresif. Pertandingan pun berakhir dengan ITS menduduki posisi kedua setelah Andalas, di susul oleh regu B. Rentang skor hasil pertandingan juga tergolong sangat ketat karena hanya terpaut antara 1-2 pertanyaan.

Untuk diketahui, cabang MFQ merupakan cerdas cermat bidang Al-Quran. Materi yang diujikan meliputi beberapa disiplin ilmu di antaranya tafsir, tajwid, sejarah Islam, 'ulumul quran, bahasa arab, dan bahasa Inggris.



By : Labib Fayumi
FTIf-ITS


Beberapa pertanyaan yang diajukan :1. Kelahiran nabi berdasar kalender Miladiyah?2. Alasan Qur'an Ustmani diberikan kepada Hafshah binti Umar?3. Sebutkan mad far'i yang panjangnya menyerupai mad thobi'i?4. Menebak lagu Rost (untuk pertanyaan jatah kita mampu menjawab)5. Yang memerintahkan thoriq bin ziyad menyerbu spanyol?
dll


Senandung Al-Quran Menggema di Bumi Sriwijaya (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Selama satu Minggu di mulai tanggal 29 Juli hingga 2 Agustus gema suara indah Al-Quran menggema di seantero Palembang. Ada apa gerangan? Ya, apalagi kalau bukan karena di sana tengah dilangsungkan perhelatan akbar Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Mahasiswa Nasional X. Setelah tahun lalu MTQ Mahasiswa di gelar di Pontianak, tahun ini ganti Universitas Sriwijaya (UNSRI) Palembang, Sumatera Selatan yang didaulat sebagai tuan rumahnya.

Diikuti oleh wakil dari 107 perguruan tinggi baik negeri dan swasta se-Indonesia dan sekitar 800 peserta dari pelbagai cabang lomba menjadikan MTQ Mahasiswa Nasioanal X ini merupakan yang terbesar dibandingkan pelaksanaan MTQ tahun-tahun sebelumnya.

Rektor UNSRI, Prof Dr H Zainal Ridho Djafar, dalam sambutannya ketika acara pembukaan mengharapkan agar pelaksanaan MTQ Mahasiswa ini bisa menjadi sarana untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah di antara semua insan kampus seluruh Indonesia, khususnya mahasiswa kontingen dari berbagai kampus yang saat itu hadir."Di sisi lain MTQ ini akan menjadi pencerahan hidup kita untuk menjadikan Al-Quran bukan hanya sebagai bacaan yang indah untuk dilantunkan tapi juga sebagai landasan hidup yang kokoh guna diterapkan dalam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara," ujarnya.

Dalam upacara pembukaan tersebut Menteri Pendidikan Nasional yang dijadwalkan hadir tak bisa mengikuti acara pembukaan dan diwakili oleh salah seorang staff ahlinya. Selain itu hadir pula keluarga kesultanan Palembang, yaitu Sultan Iskandar Mahmud Badaruddin didampingi permaisurinya.

ITS sendiri dalam MTQ Mahasiswa Nasional X ini hanya mengirimkan lima orang kontingennya dengan total cabang yang diikuti enam dari tujuh cabang yang ada. Yakni, Tilawatil Quran, Tartilul Quran, Fahmil Quran, Hifdzil Quran, Khattil Quran, dan Lomba Karya Tulis Islam Al-Quran. Satu cabang yang tak diikuti adalah Syarhil Quran.

Berdasar agenda yang ada, selama enam hari, di UNSRI secara maraton akan dilangsungkan pelombaan cabang-cabang tersebut. Jadi tak aneh jika selama sepekan itu Palembang akan penuh dengan dengung lantunan ayat Al-Quran. Allahumma zayyinna bilquran, wa albisna bilquran, wa adkhilnal jannata ma'al quran. Amiiin.
Oleh : Labib Fayumi
FTif-ITS

17.7.07

Lembar Baru Bersama Atasan Baru



Tak dipungkiri bahwa teknologi informasi (TI) saat ini telah menjadi ujung tombak kemajuan sebuah instansi. Tak terkecuali, perguruan-perguruan tinggi di Indonesia, sengaja atau tak disengaja juga telah terseret dalam kancah pertempuran maya. Tak berlebihan bila perang dingin untuk menaikkan "grade" kemampuan pemanfaatan TI pun berlangsung seru. Tiap perguruan tinggi sibuk mencari strategi, tak terkecuali dengan apa yang terjadi di ITS.

ITS Online (pers berita online ITS) yang merupakan corong keluar ITS praktis menjadi salah satu ujung tombak lambang kemajuan perguruan tinggi. Berdiri sejak tahun 2001, lembaga yang sejak awal berdirinya berada di bawah HUMAS ITS ini telah banyak memberikan sumbangsih atas kemajuan ITS. Khususnya turut serta memperkenalkan ITS ke khalayak nasional dan internasional. Nampaknya image building memang telah berjalan mulus dan sukses sebagaimana yang diharapkan.

Namun, itu semua tidaklah diperoleh dengan hanya "nyambi" berleha-leha, butuh perjuangan keras. Diceritakan betapa susahnya ketika para srikandi pers ITS merintis media ini pada awal mula berdirinya. Kantor numpang di Humas, komputer hanya sekitar dua buah, orang-orangnya belum begitu dikenal. Apalagi ditambah dengan kondisi teknoloi informasi yang masih sangat belum mendukung. Namun berkat ketelatenan, keuletan, dan semangat yang mereka miliki akhirnya pers kampus kita berkembang seperti sekarang.

Meski telah kenyang makan garam, tak berarti corong ITS ini telah mencapai kondisinya yang paling sempurna. Belum, masih banyak yang harus diperbaiki demi mempertajam taji kampus di era TI. Dan akhirnya titik terang itu pun muncul, ya setidaknya menjanjikan sebuah harapan. Setelah satu periode "dibekukan", jabatan pembantu rektor (PR) IV ITS akhirnya dihidupkan kembali dengan pemegang kendalinya Ir Eko Budi Djatmiko MSc PhD dari Fakultas Teknik Kelautan ITS. PR IV menfokuskan kerjanya pada bidang kerjasama dan pengakuan internasional (internationally recognized) dan akan menangani bidang kerjasama dengan pihak luar, komunikasi atau humas, hukum, dan internasional. Jadi, jika dilihat dari fungsinya, maka secara strukutural Pers ITS berada tepat di bawah PR IV ITS.

Dengan adanya sedikit pergeseran ini memang secara teknis tak berpengaruh pada kinerja para wartawan kampus. Namun dari sisi tuntutan moral dan tanggung jawab, beban mereka akan bertambah besar.Yah paling tidak kini ada sedikit moral pressing dari atasan.

Dan mengawali hubungan baru dengan atasan yang baru, maka pada Senin (16/7) diselenggarakanlah pertemuan yang mungkin akan menjadi salah satu hari bersejarah dalam perjalanan hidup pers ITS. Bertempat di ruang sidang PR IV lantai dua gedung rektorat ITS pertemuan antara wartawan kampus dan PR IV ini membahas segala apa yang berkenaan dengan pers ITS. Mulai background, kekurangan infrastruktur, policy law untuk wartawan kampus, hingga strategi pers ke depannya.

Pertemuan dua belah pihak ini memang hanya sebuah awalan, tapi memiliki arti yang sangat penting. Ya, Lembaran baru telah terbuka. Pihak rektorat kampus akhirnya mulai membuka mata lebih lebar akan peran badan pers ini. Meski kesadaran ini juga sedikit dilatarbelakangi adanya tuntutan dari segi penguasaan TI. Salah satunya, ITS yang merupakan gateway Inherent Indonesia timur sudah barang tentu harus memiliki corong informasi yang lebih dari perguruan tinggi lainnya.

Tak beralasan memang, ITS akan terus berbenah demi arti sebuah kemajuan dan pengakuan. Misi Word Class University secara optimis telah ditatap oleh para pandega pembangun kampus yang terdiri dari mahasiswa, dosen, karyawan, dan seluruh elemen yang telah membantunya. Dengan dikawal pencintraan hegemoni media yang handal salah satunya, kita semua tentunya yakin bahwa apa yang kita mimpikan bukanlah khayalan. Setapak dari sekian ribu tapak telah kita wujudkan. Apakah kita akan berhenti begitu saja? Semoga saja tidak.

Oleh : Labib fayumi
FTIf-ITS

14.7.07

Malam dalam Dzikir



Bintang-bintang bercahaya gemerlap
kelap-kelip kedip mengerjap
dibalik gelap insan terlelap
sambil mengharap
lantunan dzikir ubaid dalam senyap

bersama malam kelam
dan iringan awan
mereka tersenyum masam
tak ketinggalan
sayup bayu bunyi menderau
seakan mengingatkan
akan keafdlolan qiyam

sepertiga malam
bintang berbinar
malam hening menjaga kesunyian
anging pun tak ketinggalan
ia bersorak
menyibak derak arakan awan
sang bulan?
oh ia tersenyum mesra
semuanya ...
bertasbih dzikir memuji
pada rabbi yang maha suci

Rabbana, Yaa maulana
syahidnaa ila 'abdika
syahidna ila 'abdika
fii anaa illaili haadzaa
suka cita pun menggema
berdoa ...
mengiringi ubaid yang memerangi hawa

lisan-lisan suci pun mulai bergaung
mendzikirkan asma mulia
maghfirotan ...
rahmatan ...
wa barokatan ...
indah bertebaran
menghias malam kelam
yang penuh ketentraman


By : Labib Fayumi
FTIf-ITS

10.7.07

Kalut



ku dengar jerit tangisan
sayup pula terdengar erangan
seakan menahan rasa kesakitan
ku kebingungan
siapa gerangan?

kalut berkabut
hatiku tak menyahut
aku berusaha bersuara
memanggilnya ...
tapi ia rupanya
sama s'kali tak ingin menyua

aku merajuk
menangis tuk membujuk
tapi sia-sia ...
dan sia-sia
menyesal
tak berdaya

gersang
hatiku bak terbuang
maki diri pun tiada henti
kenapa ... mengapa ...
begitu mudahnya ku terlena
tunduk takluk pada nafsu
terperdaya
betapa mudahnya

rona hatiku t'lah membuang muka
bukan benci
bukan lari
tapi sebaliknya
hawa nafsuku t'lah melemparnya
menyakitinya
kini yang terdengar hanya tangisan
ya ... itu yang kurasakan
seandainya ia ku perhatikan
dan kuabaikan
semua
jeritan mulianya ...

By : Labib Fayumi

1.7.07

Memoria Perang Ambon, Ladang Merebut Surga









Thola'al badru 'alaina min tsaniyyatil wada' wajabassyukru 'alaina ma da'a lillahi daa', senandung shalawat badar terdengar begitu merdu, menggetarkan hati-hati insan beriman, mengingatkan akan pujian kepada nabi pujaan. Begitu pula dengan apa yang kurasakan saat itu, aku tercenung sesaat demi merasakan gelora semangat yang terkandung di dalamnya.

Keheninganku pecah tatkala temanku, bukan, mungkin lebih pantas dikatakan bapak-bapak (beliau berasal dari Ambon dan sekarang sedang menempuh S2 di ITS), menceritakan bagaimana shalawat ini menjadi penyemangat para mujahid ketika pecah konflik Islam-Kristen di Ambon.

Manakala shalawat badar berkumandang di masjid-masjid seantero kota Ambon, itu pertanda bahwa pasukan besar mujahidin sedang diberangkatkan. Isak tangis pun turut mengiringi keberangkatan para mujahid. Suasana haru itu begitu terasa terutama di Masjid Agung Ambon.

Mengapa banyak isak tangis?Tak lain, shalawat badar ini ternyata mengiring mujahidin yang terdiri dari pasukan berani mati, istimewanya mereka semua adalah anak-anak yang seharusnya masih menikmati indahnya bermain kelereng di pelataran. Dengan berbaju putih, berselempang sebilah pedang, bersabuk untaian granat rakitan, dan memakai ikat kaki ala ninja bocah-bocah ini dengan mantapnya melangkahkan kaki, melewati barisan umat muslim yang berjajar mendoakannya, menuju pintu gerbang masjid yang beberapa puluh meter jauhnya. Konon, ketika pasukan istimewa ini diberangkatkan, tak seorang pun diperkenankan lewat di pintu gerbang masjid. Jika ada yang berani melakukannya, maka tebasan pedang imbalannya.

Mereka tak bermain perang-perangan, sekali lagi mereka sedang tidak bermain, ini adalah perang sungguhan. Bocah-bocah tersebut memang telah memilih mendarma baktikan jiwanya untuk agama dan tanah airnya. Sampai di sini aku merasa air mataku hendak menetes, ku lihat rona bapaknya ternyata beliau juga menahan haru demi mengingat masa-masa perang Ambon yang pernah dialaminya."Kita-kita ini, yang tua-tua memang bisanya ngomong saja, tapi kalau ditawari siapa yang bersedia turun jihad ternyata ga' ada yang mau. Malah kalah dengan bocah-bocah yang seharusnya menetek sama ibunya," ujar beliau sendu.

Lebih mengharukan lagi, ternyata para mujahid kecil ini telah berwasiat khususnya kepada kaum ibu-ibu agar dirinya didoakan gugur dimedan laga sebagai syuhada."Bu, doakan saya gugur dalam perang ya bu, doakan saya agar saya tak kembali", kontan saja hati ibu mana yang tak tersentuh akan harapan mulia dari seorang bocah yang masih begitu polos. Ibu-ibu yang dipamiti pun tangisnya makin menjadi, ujar mereka," Duh nak, kalau anak gugur, siapa yang akan melidungi ibu nantinya".

Aku benar-benar menangis mendengar cerita bapaknya, bagaimana bisa ya bagaimana bisa seorang bocah bisa mengerti akan besarnya makna nilai jihad, terlebih lagi ketenangan yang mereka miliki, sungguh aku merasa sangat kecil jika dibandingkan dengan mereka.

Tak sia-sia, dari pengorbanan mujahid kecil inilah salah satunya yang membawa kemenangan dan kewibawaan umat Muslim di Ambon. Di ceritakan, tatkala sholawat badar bergemuruh menggema mengiringi majunya pasukan berani mati ini, ayam jago sekalipun tak berani untuk berkokok, tunduk, hormat dengan lewatnya pasukan suci. Tak main-main pernyataan ini langsung diutarakan oleh salah seorang pasukan umat Kristiani.

Hingga satu waktu, muncul satu pahlawan kecil terkenal bernama Syam. Tanpa diketahui asal-usulnya, bocah bernama Syam ini sempat membuat kecut nyali pasukan Kristiani. Bahkan kepala dari Syam sempat dihargai 10,5 juta bagi yang berhasil membunuhnya. Namun, pada akhirnya Syam pun gugur sebagai syuhada. Waktu itu Syam salah ambil senjata, senjata yang ia gunakan adalah hasil rampasan dari pihak TNI oleh beberapa oknum pasukan Muslim sendiri. Nampaknya akibat menggunakan senjata tak halal inilah sehingga saat itu dari pihak muslim banyak jatuh korban dan salah satunya adalah Syam.

Mendengar cerita bapaknya, hati saya menjadi heran sekaligus sedih mengapa perang Ambon hanya disebut sebagai kerusuhan?Seharusnya bukan, itu adalah benar-benar perang. Pemindahan kata perang ke kerusuhan ini tentunya akan mengurangi ghirah umat muslim di daerah lain yang tak tahu-menahu akan keadaan sebenarnya. Tapi, beruntung benar-benar beruntung, aku menjadi salah seorang yang mendengarkan secara langsung cerita perang Ambon dari seorang saksi mata sekaligus "korban" dari perang Ambon itu sendiri.

Oh Maluku, Jaziiratul Muluk, Negeri Seribu Raja semoga kedamaian selalu menyertainya seiring makin mewanginya kubur-kubur para syuhada yang telah mengorbankan jiwa untuk membelanya.

By : Labib Fayumi
Ftif-ITS