23.2.08

Sate, Hmmm ....

Beberapa hari ini ada menu baru yang membuat saya keranjingan bin ketagihan, yaitu sate. Bukan saya saja malah, rekan-rekan saya juga kena demamnya. Wuiiih, kalau sudah sore dan ada rencana nginep di kampus pasti ada yang nyelutuk, "Nyate yuuuuuuuk". Pasti yang lagi kelaparan manggut-manggut saja, bahkan tak jarang pula temen lain ikutan nitip jua.

Memang, bagi kami anak kos-kosan sate dapat dikatakan menu istimewa. Apalagi sate yang ini harganya lumayan miring. Membuat menu satu ini banyak menjadi incaran pencari makanan murah di sekitar kampus alias mahasiswa. So, jangan heran jika setiap membeli ke sana antrian panjang pasti menyambut anda. Lebih parah kalau telat, ba'da isya' aja tuh sate favorit pasti sudah ludes "diamuk" mahasiswa. Padahal, mulai bukanya ba'da 'asyar hampir mendekati maghrib. Ck ck ck luar biasa bukan?

Begitu juga hari ini, Jumat (22/02), usai sholat maghrib saya bersama seorang senior, Mas Marji, langsung melesat naik sepeda motor butut menuju "markas" sate bakar. Syukur, belum tutup dan tumben nggak begitu rame, atau masih belum?

"Campur dua pak, makan sini," aku langsung memesan sambil berjalan menuju tempat duduk. Maksudnya campur adalah sate di campur dengan kuah soto, jadi bukan sate n sambelnya tok. Sambil menunggu pesanan aku ngobrol ngalor ngidul dengan mas Marji. Pembeli pun mulai banyak yang berdatangan, tentu saja mayoritas mahasiswa.

Nasi sate yang telah disuguhkan itu aku lahap hanya dalam tempo kurang dari sepuluh menit, maklum kelaparan banget sejak pagi. Beda dengan mas Marji yang ketika nasiku habis, nasinya yang berkurang masih setengahnya. Aku jadi merasa sungkan, hehehehe ..... makan kilatan? Ah masa bodo yang penting memang kelaparan.

Belum selesai mas Marji menyelesaikan makannya, aku sudah memesan lagi. Eits, jangan mikir yang nggak-nggak dulu. Aku memesan lagi bukan untuk makan lagi di sini, tapi buat ku bawa pulang. Yah, jaga-jaga kalau malam nanti kelaparan. Dan memang iya kenyataannya.

Usai pulang dari sana, kami balik ke "markas besar" dengan puas, aku sendiri masih membawa oleh-oleh satu bungkus nasi sate. Mas Marji hari ini ku gratisi, ga' mengapa lah. Hitung-hitung balas budi, hari ini ia telah "kupaksa" nganterin aku ngambil my precious mushaf yang ketinggalan di ruang utama masjid tempat aku ngekost (coz bukan sembarang mushaf neee^_^). Yah Alhamdulillah dianya kelihatan seneng juga dapet satu piring sate. Hmmmm ....

Pokoknya nggak kapok deh makan sate yang satu ini, itung-itung buat tambah darah :D. Pak pedagang sate, besok lagi yaaaa ...., jangan tutup satenya.

By : Abd. Dzakiy

22.2.08

Mbak-Mbak pun Harus Menyusup Lewat Jendela

Ba'da Isya, Selasa (19/02), sehabis jama'ah di Masjid Manarul Ilmi, aku berjalan menuju perpustakaan pusat ITS. Seperti biasa, malam ini aku menginap di lantai 6.

Saat menyusuri jalanan yang menuju ke sana kulihat beberapa mahasiswa sibuk bermesraan dengan laptopnya. Asyik sekali tampaknya mereka, nongkrong, sambil ngemil, klik-klik buka Yahoo!, Google, Friendster yah begitulah may be. Kalau nggak apalagi? Heee .... Setidaknya itulah site yang pasti nggak ketinggalan dibuka oleh kebanyakan mahasiswa sini, plus YM-an.

Kurogoh kantong jaketku untuk mengambil kunci pintu lantai bawah perpus, kunci bertali biruku. Dan sambil menimang-nimang kunci itu aku berjalan santai menuju pintu bagian multimedia.

Tapi, masih sekitar tiga meter dari pintu, aku mendadak berhenti. Melongo sejenak, kemudian menahan tawa. Kenapa coba? Ya, di sana kulihat seorang mbak-mbak yang lagi sibuk meloloskan dirinya keluar dari sempitnya jendela di samping pintu yang ku tuju. Aduuuuh, kasihan. Kaya' maling aja.

Dibantu seorang temannya yang sudah ada diluar, si dia nampak kerepotan. Dapat dibayangkan sulitnya, cewek menyusup jendela kaca kecil yang letaknya agak tinggi. Apalagi si dia juga pake kerudung. Wah, ck ck ck. Temannya yang di luar juga tampak kerepotan, karena harus menarik tubuhnya keluar, sambil menjaga agar auratnya nggak terbuka. Maklum, di jendela sesepit itu kalau cewek berkerudung menyusup pastilah ada kain yang kecantol tak karuan.

Aku yang melihat adegan itu hanya diam kebingungan, mau bagaimana coba? Hendak membantu, bantu apa? ngeluarin dia dari jendela? Gila, mereka yang di sana kan cewek. Mau membukakan pintu, tubuh yang nyungsup keluar udah hampir separuhnya. Yah, aku akhirnya tetap diam saja sambil melihat sekeliling. Untung saja keadaan sekitar terlihat sepi. Ruang sebelah pintu memang banyak orang tapi mereka sepertinya tak menyadari ada adegan aneh di sana, sibuk dengan laptopnya masing-masing.

Setelah si mbak berhasil keluar, aku pun berjalan menuju pintu. Ia terduduk malu, dengan kepala menunduk. Mungkin ia tahu kalau aku tadi menunggu. "Masya allah mbak, kenapa nggak menunggu orang datang saja? kan jam segini biasanya masih ada orang lantai 6 yang mau ke atas. Ini lho saya juga ada kunci," aku menyapa mereka. Mbak yang tadi berjibaku dengan sempitnya jendela menjawab dengan nada seperti orang merajuk, ia dipeluk temannya. "Huhuhuhu gimana lagi mas. Mungkin sudah nasib, kita sudah dua kali keluar kaya' maling seperti ini," ujarnya. Mendengarnya aku hanya terdiam.

"Ini saya kunci lagi atau tetap saya buka. Mau ke atas lagi kah?" lanjutku ketika aku sudah di balik pintu. "Di kunci saja. Sudah kapok aku mas naik lagi ke atas," jawab temannya yang satu lagi. "Ya sudah," batinku dan klik, pintu terkunci. Tanpa pamit pada mereka, sambil setengah berlari aku menyusuri tangga menuju ke lantai 6, tersenyum, teringat kejadian lucu barusan.

By Abd. Dzakiy

13.2.08

Minggu I kuliah, Aduhai ...

Minggu pertama kuliah mungkin bagi sebagian mahasiswa merupakan momen masih malas-malasnya berangkat kuliah. Maklum, masih bau-bau liburan. So, yang biasanya pagi-pagi pada saat libur masih ngorok, ketika dapat jam kuliah pagi pasti terasa sangat berat meninggalkan empuknya bantal gabus eh samudra kapuk.

Di jurusan saya hal itu mungkin lebih parah, apalagi mengingat jadwalnya yang sering linca-linci. Bak produk sebuah software jadwal kuliah pun ikut-ikutan punya versi. Waow informatika bangeeeet.

Terus-terang, aku sendiri sampai merasa jengkel. Berangkat pagi-pagi (semangat 45 padahal) eeeee tiba di kampus tertempel jadwal baru. Kuliah A diganti hari sekian jam sekian di kelas sekian ups di kelas ini. Aaaaarrrrghhhh, sudah jauh-jauh berangkat jalan kaki, perut belum terisi eh jadwal malah ganti. Alamaaaak. Mau ngumpat-ngumpat, siapa yang mau diumpatin? Hiks.

Sampai hari ini, detik ini, sejak masuk kuliah tanggal 11 Februari kemarin telah tercatat sudah ada 14 versi update jadwal kuliah. Byuh, developer teamnya itu lho kok sregep banget. Mau mahasiswanya pontang-panting?

Khususon diri saya, ada lagi kesibukan tambahan yang merepotkan, yaitu mengejar deadline liputan koran ITS. Sebenarnya persiapannya sudah matang, hanya saja narasumbernya yang bikin orang puyeng. Karena sebagian besar dari mereka adalah pejabat kampus (ex. : rektor dan pembantunya, profesor yang sibuk meneliti), tak jarang pula saat dihubungi ternyata mereka di luar kota.

Seperti pengalaman saya kemarin. Mendapat penugasan menemui seorang profesor ahli kimia, ketika dikontak beliau menjawab ada di luar kota baru bisa di temui hari Selasa. Begitu juga dengan wawancara bersama rektor, beliau hari Senin nggak bisa. Bisanya hari Selasa. Dor ... bentrok kan? Agak bersyukur karena jam ketemu berbeda, pak profesor jam 11 dan pak rektor jam 12.

Pagi-pagi saya lenggang kangkung, pulang nyantai ke kost (malam selasa saya tidur di kantor). Sebelum pulang mampir dulu di gedung lama Informatika, hendak mengecek jadwal. Dan benar, di sana ada perubahan, VERSI 8 JADWAL INFORMATIKA 11 FEB. JDAAARR .... Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa. Jadwal janjian dengan pak profesor dan pak rektor terbentur kuliah. Grrrrr

Karena saat pulang sudah jam 7 dan ternyata pada jadwal baru ada kuliah jam setengah delapan, sehabis mandi kilat tanpa sarapan aku langsung berangkat. Huhuhuuu .... dapat dibayangkan betapa merana daku. Pulang pergi dah menempuh berapa kilo? Apalagi letak gedung baru juga lebih jauh dari gedung yang lama, yakni harus melewati 4 jurusan atau lebih malah.

Walhasil, dengan tekad bulat serta sedikit menahan sakit, kesibukan hari itu terselesaikan jua. Yang disayangkan saya gagal wawancara dengan rektor, pertemuan dengan pak profesor molor nggak karuan. Jadi, saya memaksa minta diganti dengan reporter lain, yah dari pada tak terhandle. Padahal kalau bisa ketemu pak rektor pasti bisa makan-makan bareng. Aiih aiiih ...

By : Abd. Dzakiy