15.6.07

Sang Idola

Penulis: Annisa Salsabila

Semester awal kuliah …..

Uh....capek sekali!! Aku melihat kearah jam yang tergantung di dinding kamarku. Ya Allah, jam 23.30 tepat, malam sekali hari ini aku pulangnya. Hari ini ada tugas kelompok yang harus aku selesaikan di rumah temenku, karena besok harus dikumpulkan jadi aku harus lembur.

Uff! Masa-masa awal kuliah memang sangat sulit, tugas menumpuk ditambah pengkaderan (OSPEK versi ITS) yang nggak selesai-selesai. Setiap hari pulangnya malam terus kadang sampai harus nginap di kampus segala. Untung ada seorang ikhwan yang siap mengantar jemput aku atau menemaniku ketika aku terpaksa menginap di kampus ( he..he ..jangan curiga dulu ikhwan itu mas Irvan kakakku satu-satunya yang juga kuliah di ITS) jadi nggak perlu khawatir soal keamanan tapi yang mberatin capeknya itu lhoooo……..Oahm ngantuk.

Tidur dulu ah.

Tak berapa lama aku sudah mendengkur di samping Vita, teman sekamarku yang sudah “tewas” duluan sejak sore tadi.

**********

Aku sedang tidur-tiduran ketika mbak Annisa masuk kekamarku, ditangannya ada selembar kertas, entahlah kayaknya brosur….

“Dek Sa! Nanti sore ada acara nggak?” tanyanya sambil duduk di dekatku. Aku mengernyitkan dahi kayaknya hari ini aku… aku masih berpikir dan Mbak Annisa tampaknya tak ingin menunggu aku berpikir.

“Ikut mbak yuk!” katanya lagi sebelum aku sempat menjawab

“Kemana Mbak?”

Ada acara talk show di masjid, bagus lho Dek acaranya. Soalnya kali ini kita mengundang pembicara dari luar dan insya Allah beliaunya bagus jadi dijamin tidak mengecewakan. Temanya juga bagus ”Antara Dakwah dan Belajar” cocok lho buat mahasiwa baru kayak dek Sa, teman-teman yang lain banyak yang ikut lho!” provokasinya panjang lebar. Aku mesem….

“Aduh afwan nih mbak, sore ini Sa punya janji dengan mas Irvan mau ke dokter. Soalnya semalam maghnya Sa kambuh lagi. Jadi harus minta obat lagi..”

Mbak Annisa kelihatan kecewa, sudah beberapa kali ia mengajakku untuk pergi ke acara pengajian di kampus atau acara-acara lain di luar kampus tapi selalu kutolak. Bukan karena tidak mau tapi waktunya pasti bentrok dengan jadwal check-upku. Nggak tahu juga kenapa penyakitku sering kambuh pada saat ada acara-acara seperti itu. Aku jadi nggak enak sama mbak Annisa, tapi mau gimana lagi mas Irvan paling nggak suka kalau aku menunda-nunda jadwalku untuk pergi ke dokter, takut penyakitku tambah parah. Maklum disini mas Irvan-lah yang bertanggung jawab atas diriku, dia harus ekstra ketat mengawasiku karena aku orangnya lemah dan gampang jatuh sakit kalau kecapekan. Apalagi aku punya sakit magh yang seringkali kambuh seperti tadi malam.

“Lho mas Irvan nggak hadir juga dong Dek, padahal dia kan koordinator pelaksananya.” Aku mengedikkan bahu.

“Subhanallah mas Irvan memang kakak yang sangat perhatian Dek, kalau gitu nggak pa-pa lain kali mungkin dek Sa bisa ikut. Oh ya mas Irvan kesini jam berapa?”

“Jam empatan, soalnya siang ini dia ada praktikum sampai setengah empat nanti.” Mbak Annisa mengangguk-angguk, aku memandangnya serba salah..

“Kalau begitu mbak kekamar dulu, cepat sembuh Dek ya. Jangan lupa hati-hati jaga kesehatan.” senyum mbak Nisa merekah, tulus, hatiku jadi tenteram. Aku menganggukkan kepala, setelah mengucap salam mbak Nisa keluar. Aku merebahkan tubuhku, perutku masih terasa melilit tidur dulu ah..sambil nunggu mas Irvan datang.

Jam empat tepat mas Irvan datang menjemputku, bersamaan dengan itu mbak Annisa dan teman-temanku akhwat yang lain juga siap-siap berangkat. Ada Hamida, Vita, Rosyida dan yang lain rasanya pengen ngikut tapi tatapan mas Irvan mengaburkan anganku. Setelah uluk salam aku dan mas Irvan bergegas pergi. Mas Irvan dan mbak Annisa sama-sama aktivis dakwah kampus, bahkan pernah menjadi partner ketika mereka berdua masih sama-sama aktif di JMMI (Jamaah Masjid Manarul ‘Ilmi). Waktu itu mas Irvan jadi Sekretaris Umum dan mbak Annisa sebagai wakilnya, cuma mereka berdua beda jurusan mas Irvan jurusan Tehnik Elektro sedang mbak Annisa jurusan Tehnik Informatika tapi mereka satu angkatan sama-sama sedang Tugas Akhir (TA). Karena aku satu jurusan dengan mbak Annisa jadi sama mas Irvan aku dititipkan ke mbak Annisa biar mudah diatur katanya ..yee..bilang aja takut adiknya jadi orang nggak bener.

**********

“Subhanallah Sa, ustadz Iqbal itu orangnya jempolan lho. Dia pinter banget ceramahnya oke tampangnya juga kiyut handsome abis.. aduh.. Tom Cruise lewat dech!” cerocos Vita. Aku mengucek-ucek mataku, pagi-pagi sudah ribut! Semalam aku tidur agak sorean jadi Vita nggak sempat cerita tentang pengalamannya kemaren, tapi rupanya ia tidak sabar pengen cerita sehingga pagi-pagi buta begini sudah heboh.

“Ustadz Iqbal siapa sih?”

“Itu lho yang jadi pembicara di acara kemaren, aduh Sa… semalam aku nggak bisa tidur terbayang wajahnya terus habis wajahnya itu lho handsome banget.”

“Dasar ikhwit, sudah hijrah masih slebor Zina tau! Lagian kemaren itu acaranya kan kajian bukannya jumpa fans, emang ustadznya selebritis apa”

“Emang tampangnya selebriti kok, memangnya nggak boleh mengagumi seseorang. Mengagumi ciptaan Allah kan wajib Sa.” Bantahnya

“Iya kalau tulus, tapi kalau versinya kayak kamu itu namanya bukan mengagumi ciptaan Allah tapi mengotori hati, zina say zina mata zina hati. Kasian kan ustadznya, niatnya berdakwah eh malah disalahartikan.” Nasehatku panjang lebar. Vita manyun.

“Salah sendiri punya wajah handsome gitchu…cewek mana yang nggak kepincut.” Vita semakin ngawur, masya Allah nih anak bener-bener lagi error..

“Hushyi! Menghina Allah tau ! Wajah ganteng itu pemberian Allah, jangan suka menyalahkan gitu dosa Ta.”

“Iya..iya payah kamu Sa nggak gaul nggak pernah nyambung kalau diajak ngomong gituan males ah aku mau mandi dulu, dasar Sa kampungan!” Nah lho aku yang jadi sasaran..aku geleng-geleng kepala anak itu masih suka slebor. Maklum dia baru hijrah jadi masih keseringan error tapi dia sudah lebih baik daripada sebelum hijrah. Aku memang nggak suka sama hal-hal yang gituan bikin kotor hati selain itu juga buang-buang waktu bagiku mas Irvanku tetep nomor satu. Masku itu ganteng, baik hati, penyayang dan ikhwan. Kurang apa coba kalau aku boleh kasih nilai aku beri niali 10 buat masku itu. Di SMU saja ceweknya seabreg ( he..he..itu waktu masih jahil dulu) jadi ngapain ngelirik yang lain. Aku bangga juga lho jadi adiknya mas Irvan…

“Saa…!!”

Aku terbatuk-batuk lalu mendesis-desis kepedasan segera kuraih minuman di depanku. Rahmi jelek! Sudah tau orang lagi makan dikagetin jadi tersedak deh. Rahmi cengar-cengir di depanku.

“Afwan Sa nggak sengaja.” Ujarnya tanpa rasa bersalah aku manyun.

Ada apa ?” tanyaku ketus

Ada berita nih Sa, itu lho Ustadz Iqbal sudah tau belom?”

Uff! Ustadz Iqbal lagi, kok hari ini semua orang ngomongin dia nggak di kost di kampus semua pembicaraan temanya tentang dia. Emang sudah ditentuin kalau hari ini temanya Ustadz Iqbal, kayak mau bikin karangan aja pake’ tema.

“Emang kenapa?”

“Subhanallah Sa.. orangnya sangat kharismatik, berwibawa dan ganteng.” kedip Rahmi genit, aku nyengir.

“Ini lagi…. jadi apa generasi Islam kalau lihat makhluk cakep aja udah lupa ngaji dan lupa akhirat.”

“Yee.. kamu bisa ngomong gitu karena kamu nggak tahu orangnya coba deh kalau kamu tahu dijamin deh..”

“Nggak mau! Aku nggak mau tahu, mending aku nggak tahu daripada bikin kotor hati.”

“Alah.. bilang aja kamu takut mas Irvanmu dapat saingan, bener lho Sa ustadz Iqbal lebih cakep daripada mas Irvan.”

“Gak peduli pokoknya mas Irvan tetep yang paling oke di dunia, titik!”

“Yee.. maksa dasar mas Irvan mania.”

“Biarin ! Udah ah aku ada mentoring sebentar lagi kamu ada kelas nggak?”

“Nggak ada tapi aku mau ke perpus.”

“Ya udah aku duluan assalamualaikum.”

Aku bangkit dan berjalan menuju masjid. Hari ini benar-benar lagi demam Ustadz Iqbal tidak di kampus di masjidpun sosoknya menjadi pembicaraan heboh dikalangan akhwat, terutama akhwat-akhwat yang masih slebor kayak Vita. Cuma mbak-mbaknya aja yang adem ayem paling cuma komentar “bagus” kalau ditanya soal itu. Kalau sudah begitu aku lebih suka menyendiri sambil membayangkan wajah mas Irvan. He..he mungkin benar kata Rahmi aku memang takut mas Irvan punya saingan terutama dalam menempati ruang hatiku.

**********

“Ukhti.. besok ada seminar lho di masjid!” promosi mbak Annisa ketika kita semua sedang berkumpul di ruang tamu bersantai biasa malam minggu.

“Pembicaranya ustadz Iqbal ya Mbak?” tanya Vita semangat, mbak Annisa menggeleng, Vita langsung lemes. Anak itu masih saja kena pesonanya ustadz Iqbal.

“Yaaa… nggak seru dong mbak, orangnya pasti sudah ubanan bikin boring mbak.” protesnya

“Tapi beliau ustadznya akh Iqbal lho Dek, jadi pasti lebih bagus kitakan hadir bukan untuk ketemu orangnya tapi menimba ilmunya ingat petuah ini nggak. Lihatlah apa yang disampaikan dan jangan melihat siapa yang menyampaikan” nasehat mbak Nisa panjang lebar.

“Tauk tuh mbak sejak ketemu ustadz Iqbal anak-anak pada jadi aneh.” Komentarku, semuanya pada manyun kearahku aku nyengir kuda.

Ada nasyidnya nggak mbak?” Tanya Rosyida, mbak Nisa mengangguk.

“Fokus voice, asli Surabaya.”

“Oke deh aku mau.” tambah Alfi dan Hamida,mbak Nisa tersenyum akhirnya kami semua sepakat untuk hadir dalam acara tersebut. Mula-mula Vita tetap nggak mau tapi setelah kami bujuk akhirnya dia mau. Aku sendiri alhamdulillah nggak ada halangan, lagi free…

“Dek Sa!” panggil mbak Nisa ketika aku hendak masuk ke kamar.

“Gimana kesehatannya? Masih sering kambuh maghnya?”

“Alhamdulillah sudah nggak kambuh-kambuh lagi.”

“Mbak ada tawaran nih Dek, mbak pengen dek Sa nggantiin mbak di KARIMAH (Kajian Rutin Muslimah).” Aku melongo.

“Tapi Mbak saya kan masih amatiran, apa saya mampu lagian saya punya penyakit..saya takut..” belum selesai aku berkata-kata.

“Dicoba dulu Dek, nanti mbak bantu.” potongnya cepat sambil menepuk pundakku dan berlalu meninggalkanku. Yee..ini namanya pemaksaan..

**********

Aku semakin sibuk, tugas-tugasku semakin menumpuk dan tanggungan dakwahkupun seakan berlomba menghabiskan waktuku. Ya sejak aku bergabung di KARIMAH jadwalku semakin padat, selain di KARIMAH aku juga aktif di JMMI sebagai ketua departeman keputrian. Nggak tau kenapa aku yang masih bau kencur ini dipercaya memegang tanggung jawab yang sangat berat itu. Mas Irvan semakin ketat mengawasiku, takut terjadi apa-apa denganku. Mulanya dia tidak setuju aku aktif di banyak organisasi khawatir fisikku tidak kuat, tapi akhirnya dia mendukungku juga dengan syarat aku harus ekstra hati-hati menjaga kesehatanku. Okelah mas ikhwan….

Pagi ini ada kajian di masjid, pembicaranya ustadz Iqbal. Seluruh penghuni kost heboh biasa ngerumpiin sang idola. Vita malah sudah rapi dari tadi, biar nggak telat katanya dasar slebor. Aku masih malas-malasan di tempat tidur, kepalaku pening sekali dan badanku terasa capek setelah semalam nglembur bikin tugas gartek. Jam 8 aku baru tiba di kampus, subhanallah..pesertanya banyak sekali di barisan ikhwan dan akhwat aku melihat ada mahasiswa non muslim yang ikut dalam kajian. Benar-benar sosok ustadz Iqbal sangat fenomenal di seantero kampus ITS. Kali inipun aku tidak sempat mengikuti kajian ustadz Iqbal karena tiba-tiba saja aku sudah tergeletak pingsan di lantai masjid.

“Jangan banyak gerak dulu, istirahat saja. Mas kan sudah bilang jangan terlalu memaksakan diri.” Entah dari mana datangnya, mas Irvan lantas membantuku duduk.

“Cepat ganti baju kita ke dokter sekarang!” perintahnya cepat aku tidak berani membantah dengan perlahan kuturuti perintahnya.

Malam ini aku tidur di tempat kostnya mas Irvan, kebetulan teman sekostnya pada pulang semua sehingga nggak ada masalah aku tidur disana. Nyaman sekali, mas Irvan menidurkanku dengan belaian sayangnya dan alunan nasyid yang terdengar merdu dari bibirnya. Ah aku sangat sayang sama mas Irvan.

**********

Hari ini ada demo solidaritas Palestina, seluruh ikhwan dan akhwat dari berbagai perguruan tinggi di Surabaya berkumpul menjadi satu di depan balai kota. Rencananya akan ada long march dari balai kota sampai bundaran ITS tapi memutar dulu lewat UNAIR. Subhanallah pesertanya banyak sekali, barisan demonstran mulai bergerak aku berdiri di barisan akhwat yang paling depan. Aku menjadi koordinator akhwat untuk demo kali ini bersama akhwat lain dari UNAIR. Mas Irvan tidak ikut karena hari ini dia ada presentasi, sebagai oratornya diserahkan pada ustadz Iqbal. Meskipun partneran sampai sekarang aku tetap belum tahu mana yang namanya ustadz Iqbal. Pantesan tadi Vita semangat sekali ikut demo, ah kok jadi suudzon sama teman sendiri.

Demo kali ini tidak hanya diikuti mahasiswa muslim saja tapi banyak juga mahasiswa non muslim yang bersimpati pada Palestina ikut berpartisipasi, kabarnya sih mereka teman-teman ustadz Iqbal di kampusnya yang juga merupakan fans fanatiknya. Subhanallah……….

Sampai di depan UNAIR tiba-tiba ada sebuah tangan yang menarikku dengan keras dan langsung membekap mulutku, ya Allah aku dibius. Allahu Akbar aku berusaha teriak tapi tidak bias, pandanganku mengabur. Sebelum mataku benar-benar terpejam aku masih sempat menangkap sesosok bayangan berkelebat menghantam orang yang membekapku selanjutnya semua gelap.

**********

Setelah kejadian demo itu, mas Irvan membatasi semua kegiatanku. Mbak Annisa diserahi tugas untuk mengawasiku, praktis kegiatanku hanya kuliah dan urusan intern dalam JMMI saja KARIMAH ku untuk sementara juga berhenti. Aku dilarang pergi kemana-mana dan kalau keluar aku harus dikawal. Aku semakin kasihan sama mas Irvan ia semakin terbebani dengan kondisiku, sedang saat ini dia sangat sibuk dengan TA-nya apalagi bulan depan ia sudah maju sidang tentunya perlu persiapan yang matang dari sekarang. Aku nggak tahu kenapa yang jadi sasaran penculikan aku, padahal banyak lho aktivis senior yang ikut waktu itu, tak tahulah mungkin itulah resiko sebagai seorang aktivis.

Pulang kuliah aku terkapar dilantai ruang tamu, tiba-tiba saja perutku terasa sakit. Mbak Annisa tergopoh-gopoh mendapatkanku segera saja tangannya sigap menekan tombol telepon dan sebentar saja derum sepeda motor mas Irvan sudah sampai di halaman dan aku segera dilarikan ke rumah sakit. Bau obat yang menyengat memaksaku membuka mata, di pintu mas Irvan sedang berbicara dengan seorang laki-laki sebayanya berpakaian putih seperti dokter dan berkacamata. Dia tersenyum kearahku dan seketika itu kulihat pancaran kewibawaan dari wajahnya..mungkin dia temannya mas Irvan. Setelah itu mataku terkatup kembali.

Aku terpekur mendengar keterangan dari mas Irvan bahwa aku menderita kelainan di rahimku, leher rahimku mengalami penyempitan sehingga mengganggu system organ tubuhku. Ternyata magh yang kurasakan selama ini adalah….. Mas Irvan memelukku lalu membisikkan sesuatu padaku, mataku terbelalak..mas Irvan menyuruhku menikah! Gila apa masku ini aku kan masih kecil baru semester dua!

“Semua itu untuk kepentingan Adek, kamu membutuhkan seseeorang yang benar-benar bisa menjagamu yang mas Irvan tidak bisa. Penyakitmu tidak main-main Dek Sa, dan kamu butuh seseorang yang ahli untuk menanganinya. Apalagi kamu seorang aktivis jadi harus ada seseorang yang selalu siap melindungi dan mendampingimu setiap saat. Sebentar lagi mas Irvan akan selesai kuliah dan harus kerja tentunya nggak bisa terus-terusan menjaga Adek, Adek ngerti kan?” jelasnya penuh pengertian, aku masih terdiam., shock!

“Sudah ada calonnya lho Dek, insya Allah sesegera mungkin akan dilaksanakan ta’aruf. Tapi menunggu jawaban adek dulu, gimana orangnya cakep lho Dek.” Mas Irvan berkedip menggodaku, pipiku bersemu merah dan segera saja sebuah bantal melayang kearah mas Irvan. Allah jika ini memang kehendakmu…Mas Irvan menarik nafas lega ketika dengan mantapnya aku menganggukkan kepala.

**********

Dua tahun kemudian….

Ustadz Iqbal masih menjadi sosok yang fenomenal di kalangan mahasiswa, buktinya saat ini ribuan ikhwan akhwat memadati gedung convention hall Az-Zaitun di kompleks asrama haji Sukolilo untuk mengikuti kajiannya. Aku turut hadir mendampingi suamiku bersama jundi kecilku, Mujahid. Kali ini aku menjadi tamu kehormatan, karena sekarang aku telah menjadi istri seorang ikhwan yang sangat istiqomah dalam menegakkan syi’ar agama Allah yang sekarang berada diatas podium, laki-laki yang telah menolongku saat penculikan dan laki-laki yang berpakaian putih yang kutemui dirumah sakit yang wajahnya penuh wibawa serta menjadi idola para ikhwah, dr. Iqbal Ramadhan.

**********

* labkom di bawah AC yang dingin

Buat saudaraku di Al-Fairuz salam sayang, tetep istiqomah yaaaa…

Disadur dari Bunga Rampai 7 kafemuslimah.com

No comments: