1.7.07

Memoria Perang Ambon, Ladang Merebut Surga









Thola'al badru 'alaina min tsaniyyatil wada' wajabassyukru 'alaina ma da'a lillahi daa', senandung shalawat badar terdengar begitu merdu, menggetarkan hati-hati insan beriman, mengingatkan akan pujian kepada nabi pujaan. Begitu pula dengan apa yang kurasakan saat itu, aku tercenung sesaat demi merasakan gelora semangat yang terkandung di dalamnya.

Keheninganku pecah tatkala temanku, bukan, mungkin lebih pantas dikatakan bapak-bapak (beliau berasal dari Ambon dan sekarang sedang menempuh S2 di ITS), menceritakan bagaimana shalawat ini menjadi penyemangat para mujahid ketika pecah konflik Islam-Kristen di Ambon.

Manakala shalawat badar berkumandang di masjid-masjid seantero kota Ambon, itu pertanda bahwa pasukan besar mujahidin sedang diberangkatkan. Isak tangis pun turut mengiringi keberangkatan para mujahid. Suasana haru itu begitu terasa terutama di Masjid Agung Ambon.

Mengapa banyak isak tangis?Tak lain, shalawat badar ini ternyata mengiring mujahidin yang terdiri dari pasukan berani mati, istimewanya mereka semua adalah anak-anak yang seharusnya masih menikmati indahnya bermain kelereng di pelataran. Dengan berbaju putih, berselempang sebilah pedang, bersabuk untaian granat rakitan, dan memakai ikat kaki ala ninja bocah-bocah ini dengan mantapnya melangkahkan kaki, melewati barisan umat muslim yang berjajar mendoakannya, menuju pintu gerbang masjid yang beberapa puluh meter jauhnya. Konon, ketika pasukan istimewa ini diberangkatkan, tak seorang pun diperkenankan lewat di pintu gerbang masjid. Jika ada yang berani melakukannya, maka tebasan pedang imbalannya.

Mereka tak bermain perang-perangan, sekali lagi mereka sedang tidak bermain, ini adalah perang sungguhan. Bocah-bocah tersebut memang telah memilih mendarma baktikan jiwanya untuk agama dan tanah airnya. Sampai di sini aku merasa air mataku hendak menetes, ku lihat rona bapaknya ternyata beliau juga menahan haru demi mengingat masa-masa perang Ambon yang pernah dialaminya."Kita-kita ini, yang tua-tua memang bisanya ngomong saja, tapi kalau ditawari siapa yang bersedia turun jihad ternyata ga' ada yang mau. Malah kalah dengan bocah-bocah yang seharusnya menetek sama ibunya," ujar beliau sendu.

Lebih mengharukan lagi, ternyata para mujahid kecil ini telah berwasiat khususnya kepada kaum ibu-ibu agar dirinya didoakan gugur dimedan laga sebagai syuhada."Bu, doakan saya gugur dalam perang ya bu, doakan saya agar saya tak kembali", kontan saja hati ibu mana yang tak tersentuh akan harapan mulia dari seorang bocah yang masih begitu polos. Ibu-ibu yang dipamiti pun tangisnya makin menjadi, ujar mereka," Duh nak, kalau anak gugur, siapa yang akan melidungi ibu nantinya".

Aku benar-benar menangis mendengar cerita bapaknya, bagaimana bisa ya bagaimana bisa seorang bocah bisa mengerti akan besarnya makna nilai jihad, terlebih lagi ketenangan yang mereka miliki, sungguh aku merasa sangat kecil jika dibandingkan dengan mereka.

Tak sia-sia, dari pengorbanan mujahid kecil inilah salah satunya yang membawa kemenangan dan kewibawaan umat Muslim di Ambon. Di ceritakan, tatkala sholawat badar bergemuruh menggema mengiringi majunya pasukan berani mati ini, ayam jago sekalipun tak berani untuk berkokok, tunduk, hormat dengan lewatnya pasukan suci. Tak main-main pernyataan ini langsung diutarakan oleh salah seorang pasukan umat Kristiani.

Hingga satu waktu, muncul satu pahlawan kecil terkenal bernama Syam. Tanpa diketahui asal-usulnya, bocah bernama Syam ini sempat membuat kecut nyali pasukan Kristiani. Bahkan kepala dari Syam sempat dihargai 10,5 juta bagi yang berhasil membunuhnya. Namun, pada akhirnya Syam pun gugur sebagai syuhada. Waktu itu Syam salah ambil senjata, senjata yang ia gunakan adalah hasil rampasan dari pihak TNI oleh beberapa oknum pasukan Muslim sendiri. Nampaknya akibat menggunakan senjata tak halal inilah sehingga saat itu dari pihak muslim banyak jatuh korban dan salah satunya adalah Syam.

Mendengar cerita bapaknya, hati saya menjadi heran sekaligus sedih mengapa perang Ambon hanya disebut sebagai kerusuhan?Seharusnya bukan, itu adalah benar-benar perang. Pemindahan kata perang ke kerusuhan ini tentunya akan mengurangi ghirah umat muslim di daerah lain yang tak tahu-menahu akan keadaan sebenarnya. Tapi, beruntung benar-benar beruntung, aku menjadi salah seorang yang mendengarkan secara langsung cerita perang Ambon dari seorang saksi mata sekaligus "korban" dari perang Ambon itu sendiri.

Oh Maluku, Jaziiratul Muluk, Negeri Seribu Raja semoga kedamaian selalu menyertainya seiring makin mewanginya kubur-kubur para syuhada yang telah mengorbankan jiwa untuk membelanya.

By : Labib Fayumi
Ftif-ITS

2 comments:

Anonymous said...

ini kesalahan umat muslim yang nggak punya media sebagai 'corong' suara. berita kayak gini, cuman bisa didapet dari blog. gak sekalipun muncul di media.

m4m3 said...

benul..tapi untungnya sekarang sdh ada beberapa media yg gak lagi disetir kufaro n amrik...
persiapkan diri aja...suatu saat mereka akan mencoba lagi...karena mereka gak akan berhenti sampai kita ikuti milah mereka (dan demokrasi adalah salah satu milah /jalan mereka..so..beware of democrazy... wake up!! don't be trap by sweet evil called democracy..that's kuffar way..!! )
when the time is come than our opportunity is come....