9.8.07

Ternyata Masih Belum Saatnya (Edisi Special MTQ Mahasiswa X)



Terpukul dan kecewa, itulah yang kami rasakan setelah mengetahui bahwa kami masih belum mampu memberikan gelar juara MTQ bagi ITS. Semua apa yang telah kami persiapkan dan usahakan rasanya sia-sia, menguap entah kemana. Betapa tidak? Kami berangkat menuju palagan perlombaan dengan penuh keyakinan bahwa setidaknya dua gelar dapat kami raih. Tapi, ternyata kenyataan masih berkata lain. Pasrah, ya itulah apa yang kami bisa untuk saat ini.

Memang, penampilan ITS pada MTQ kali ini mengalami peningkatan dari pada tahun-tahun sebelumnya. Tapi apa hendak dikata, meski dinyatakan siap, ternyata rival ITS lebih siap dari yang diduga. Dapat dilihat perbandingannya, kontingen MTQ ITS persiapan maksimal hanya satu bulan, sedang perguruan tinggi lain melakukan persiapan ternyata satu tahun, jauh sebelum MTQ digelar.

Dari sisi ini pantaslah jika kita mengalami kekalahan. Belum lagi jumlah peserta MTQ yang dari tahun ke tahun meningkat drastis. Tercatat pada MTQ UNSRI tahun ini ada 107 perguruan tinggi yang berpartisipasi dengan total jumlah 800 peserta.

Meski demikian kans ITS untuk menang masih sangat terbuka lebar untuk tahun-tahun selanjutnya asalkan kurva peningkatan mutu kontingen yang dikirim tetap terjaga. Ya, kami yakin sepenuhnya jika suatu saat ITS pasti mampu menjuarai ajang bergengsi bidang religi ini.

Ada satu pernyataan rekan seperjuangan di UNSRI yang menarik perhatian saya dan tentu patut direnungkan kiranya."Betapa hebatnya ya andaikan ITS bisa menjuarai MTQ, syukur-syukur kalau juara umum. Bukankan itu membuktikan bahwa keseimbangan antara IPTEK dan IMTAQ benar-benar ada di ITS?" Begitulah kata teman saya.

Sebuah harapan yang terkesan polos dan sederhana. Namun, bagi saya perkataan tersebut memiliki arti yang sangat mendalam. Dapat dibayangkan, seperti apa hegemoni ITS di mata perguruan tinggi di Indonesia (baik IAIN, PTN, dan PTS) andaikan mampu menggabungkan dua faktor di atas. Kampus teknologi yang Qurani. Luar biasa bukan?

Itu semua bukan mimpi, sekali lagi bukan mimpi. Entah kapan dan siapa yang akan mampu menorehkannya, tergantung bagaimana regenerasi pengembangan generasi qurani di ITS sendiri.

Dan kiranya untuk itu apa yang telah dinyatakan Pembantu Rektor III ITS patut juga diperhatikan. Bahwasanya perlu dibentuk lembaga khusus yang secara independent melakukan pembinaan yang mengarah ke sana (semacam Lembaga Pengembangan Tilawatil Quran (LPTQ)).

Sebagai referensi, Universitas Jambi yang merupakan juara umum MTQ tahun ini berani melakukan banyak pengorbanan untuk menang. Pelatih khusus bidang tilawah didatangkan dari luar. Dan tak tanggung-tanggung, ketika MTQ berlagsung pun sang pelatih tetap mendampingi mereka.Tak heran jika qori'-qori'ah mereka (putra-putri) lolos sebagai juara.

Intinya, bercermin dari sang juara, ITS juga harus mengeluarkan banyak pengorbanan jika ingin merebut tahta MTQ, baik tenaga dan biaya. Apalagi mengingat pembinaan pada bidang-bidang tersebut dapat dikatakan masih sangat minim di ITS.

Menjadi suatu hal yang mengharukan manakala rekan-rekan dengan penuh semangat mendorong official kami, kebetulan ia juga adalah dosen agama Islam, untuk segera merealisasikan apa yang telah diutarakan PR III ITS. Bahkan, mereka mengungkapkan untuk siap membantu.

Sebuah tekad yang bulat, itulah apa yang saya tangkap dari kata-kata mereka yang begitu bersemangat. Tentu, sebagai salah satu kontingen yang mencicipi pahitnya gagal di MTQ, kami sepatutnya untuk tak berdiam diri. Setidaknya ada usaha "balas dendam", terlebih sangat bersyukur sekali jika kami sendiri yang membalas "dendam" tersebut.

Mungkin bagi kami, satu-satunya kesempatan adalah tahun 2009 nanti itupun jika masih ada kesempatan. Karena memang rata-rata kontingen MTQ X ITS berasal dari angkatan 2005, kecuali khusus untuk cabang tilawah yang diwakili akhwat 2006.

Tapi, walau memiliki kesempatan yang minim bukan berarti kita tak mempersiapkan diri. Zaenal Arifin (Cabang MKhQ), Biologi 2005, malah berkata pada official,"Pak, kalau tahun 2009 nanti saya masih diperkenankan ikut, Insya Allah saya bisa menang." Arifin yang mengakui bahwa cabang kaligrafi MTQ X memiliki mutu jauh lebih bagus dibandingkan MTQ IX (di Pontianak) nampaknya tak ingin kecolongan kedua kalinya. Padahal mengacu pada hasil kaligrafi MTQ Pontianak, Arifin optimis lolos. Tapi ternyata tidak demikian ketika di UNSRI, lawan-lawan baru yang tangguh banyak bermunculan.

Bagi saya pribadi, kekalahan di UNSRI memang cukup menyakitkan. Maklum, MTQ X UNSRI dapat dikatakan merupakan kemunculan saya pertama sejak beberapa tahun (sekitar 2-3 tahun) vakum dalam kancah per-MTQ-an. Wajar jika saya sangat kecewa karena dalam penampilan perdana tak mengahasilkan apa-apa, ditambah lagi kekalahan yang tak lepas dari kondisi ruang lomba (suara saya anti ruang ber-AC).

Satu hal lagi yang membuat saya dan kawan-kawan kontingen MTQ tertekan, bahwa kami ke sana membawa amanat (baca : mewakili) 19000 civitas akademika ITS, begitu yang diungkapkan PR III ITS. Karenanya, dengan kegagalan ini kami khususnya saya sendiri merasa berdosa sebab belum mampu memberikan yang terbaik bagi civitas akademika.

Oleh karena itu, sekaligus menutup artikel ini, saya sebagai salah satu wakil dari kontingen Musabaqah Tilawatil Quran atas nama rekan-rekan kontingen MTQ Mahasiswa Nasional X memohon maaf karena belum mampu mengemban amanat. Insya Allah di lain kesempatan, ITS (dengan segenap dukungan civitas akademika tentunya) akan mampu mengibarkan benderanya di panggung kemenangan MTQ Mahasiswa Nasional. Pasti ...! AAAmiin ...!

"Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan."" At-Taubah, 105

By : Labib Fayumi
FTIf-ITS

No comments: