23.5.07

Kebangkitan ke-2

Lupa daratan, itulah mungkin ungkapan yang tepat bagi generasi bangsa saat ini. Setelah bebas dari cengkeraman euforia orde baru yang telah menancap selama 32 tahun, wawasan akan kebangsaan mengalami pergeseran. Semangat kebangkitan yang dulu dikobarkan pahlawan tak lagi menyala, berangsur padam malah. Apakah ini artinya makna kebangkitan nasional perlu diredefinisikan kembali?

Secara faktual, kebangkitan nasional ditandai dengan berdirinya sebuah organisasi pergerakan yang dimotori oleh Dr Wahidin Sudirohusodo pada 20 Mei 1908. Entah kesengajaan atau bukan, pergerakan yang bergerak di bidang pendidikan dan kebudayaan tersebut suatu hari menjelma menjadi bayi kecil reformasi Indonesia pertama untuk menuju Indonesia merdeka, yakni Budi Utomo.

Dan sejak itu, angin pergerakan pun mendapatkan ruhnya. Hingga hari bersejarah itu pun datang, kemerdekaan Indonesia dideklarasikan.

Betapa semangat persatuan yang dimiliki bangsa kita kala itu benar-benar membawa sebuah perubahan. Kebersamaan yang membawa kebangkitan, ya itulah apa yang telah dicerminkan oleh teliksandi bangsa ini.

Setengah abad telah berlalu, segala usaha telah dilakukan untuk membesarkan Indonesia. Namun, ibarat terlena dalam buaian, nilai-nilai yang telah diwariskan pun tanpa sadar terbuang, sedikit demi sedikit. Kemanakah jiwa pahlawan yang dulu kita punya?Itulah pertanyaan yang perlu dilontarkan. Boleh saja kita sekarang berkata, "Kita telah merdeka", tapi apa berarti dengan "kemerdekaan" itu kita kehilangan semangat pahlawan kita?Bukti nyata, lihatlah bagaimana negara ini terombang-ambing menghadapi masalah-masalah ekonomi, politik, dan budaya. Sebut saja, fenomena privatisasi aset negara, penjualan aset negara ke pihak asing, KKN yang merajalela, semakin banyaknya usaha disintegrasi yang mengancam, belum lagi interfensi pihak asing di berbagai bidang baik yang terselubung atau pun terang-terangan, dan masih banyak lagi. Melihat itu semua apakah kita hanya akan berdiam diri saja?Tidak, semangat kebangkitan harus kembali digelorakan.

Memang, dilihat dari sekup yang melingkupi, "kebangkitan" untuk saat ini memiliki pewacanaan yang berbeda jika dibandingkan dengan era lama. Dimensi kebangkitan dalam lingkup kekinian memiliki sekup yang lebih luas karena segala "penjajahan" yang ada sekarang tak lagi hanya dalam satu arah tapi multidimensi. Sehingga dapat diperkirakan bahwa menghembuskan kembali jiwa kebangkitan tidaklah semudah membalik telapak tangan. Kurangnya rasa cinta tanah air menjadi kendala utama.

Merupakan sebuah fenomena menarik manakala para ahli kita sibuk berwacana apa manfaatnya pelajaran sejarah bangsa, tunas-tunas bangsa ini seakan asing akan rumahnya sendiri, lupa akan asal-usulnya serta jati dirinya. Lebih parah lagi para orang tua malah berbangga jika putra-putri kecil mereka bersekolah di luar negeri yang notabenenya tak berbudaya Indonesia. Cinta tanah air mana yang ditanamakan?

Sebuah kesalahan fatal, model penanaman "hubbul wathon" kita mengalami kegagalan (memangnya pernah dirumuskan?). Jika sudah begini apa jadinya Indonesia nanti? Dimana jargon "Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenang pahlawannya" yang dulu sering didengungkan?Menangis, menangis, benar-benar menangis arwah para pahlawan melihat polah kita.

Wahai kawan, akhirnya marilah kita renungkan, ketika melihat Sang Saka berkibar gagah di angkasa apa yang kita pikirkan? ketika lagu Indonesia Raya berkumandang apa yang kita rasakan? Sungguh, dibalik itu semua semangat jiwa-jiwa suci pahlawan senantiasa berkobar, meneriakkan api kebangkitan. Bergeraklah... wahai pemuda Indonesia. Gelorakan semangat kebangkitan....!

By : Labib Fayumi
Teknik Informatika ITS


Catatan Kaki :
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/24/0803.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebangkitan_nasional

1 comment:

SEKJEN PENA 98 said...

Disini ada cerita
Tentang kita yang mau berbagi cinta
Dengan sesama manusia
Disini ada cerita
Tantang kita yang menderita
Karena cinta pada manusia
Disini ada cerita
www.pena-98.com
www.adiannapitupulu.blogspot.com