14.5.07

Kekuatan

Kekuatan adalah simbol dari sebuah kondisi yang mungkin diidamkan oleh setiap orang. Karena ia merupakan fitrah yang tertanam dalam jiwa manusia.

Islam, karena kesesuaiannya dengan fitrah, juga menganjurkan umatnya untuk meraih kekuatan. Tapi sekalipun begitu, Islam mempunyai persepsi tersendiri tentang kekuatan. Kekuatan dalam pandangan Islam, dipermukaan merupakan pancaran dari kekuatan iman. Tak ada lagi kekuatan yang menandingi kekuatan ini. Sebab hulu dan hilir semua makna kekuatan, sesungguhnya terpatri dalam dasar jiwa manusia. Maka setiap penguatan pada jiwa, akan berarti –dengan sendirinya- penguatan pada semua sisi kehidupan. Sedang penguatan pada jiwa hanya dapat dilakukan oleh iman atau aqidah.


Pada hakikat terakhir inilah Islam membangun kekuatan. Dalam iman, ada dua unsur yang bertemu: Ilmu (Tsaqofah) dan Irodah (kehendak).Maka kekuatan dalam skala individu adalah paduan kekuatan ilmu dan kehendak. Seorang alim yang tidak memiliki

kehendak kuat hanya akan menjadikan ilmunya sebagai barang dagangan. Tapi kehendak yang kuat tanpa bimbingan ilmu, juga merupakan awal dari kefatalan. Jadi jelmaan dari ilmu dan irodah dalam realitas adalah kalimat ini: Amanuu Wa’amilussholihaat.

Makna ini kalau dibawa dalam skala jama’i (kolektif), terlihat dalam kemampuan takhtith (perencanaan). Sedang kekuatan irodah, dalam skala ini juga terlihat dalam kemampuan tanfiz (realisasi).

Dalam kedua skala ini, Al-‘amalussholih adalah buah dari ilmu dan irodah. Terkadang potensi hamasah (semangat) dan dorongan tanfiz terlihat begitu kuat dalam suatu kelompok. Tapi tiba-tiba potensi itu raib, sia-sia, atau bahkan hancur, karena dimanfaatkan untuk perencanaan yang tidak matang. Tapi sering pula kita menjumpai suatu kelompok memiliki potensi pemikiran dan perencanaan yang matang dan mumpuni, lalu tiba-tiba kecermelangan konseptual itu raib, kering atau bahkan mati karena ia tidak didukung oleh potensi tanfiz yang seimbang dengan kecermelangan konseptualnya.

Sesungguhnya pada kedua penyakit inilah terletak semua sumber kelemahan harokah islamiyah. Kelemahan- atau mungkin juga ketidakpedulian- pada tsaqofah dan ikmu membuat kita melangkah dengan perencanaan seadanya. Kalau ini diteliti lebih dalam, kita menemukan bahwa hasil yang telah kita capai, selalu jauh lebih kecil dibanding waktu, tenaga-jiwa dan pikiran serta fisik –dan harta atau materi yang kita berikan atau korbankan.

Sementara itu segala keagungan, universalisme, dan integralitas konseptual yang dimiliki Islam, agama kita, kadang terkesan seperti tak berpengaruh dalam perbaikan kondisi dan realitas kita. Sebagian dari sebabnya ketiakpahaman kita terhadap Al-Quran dan As-Sunnah. Tapi sebagian lain, ada pada kehendak yang keropos. Ini membuat kehilangan ‘kecerdasan’ dan ‘kreativitas’ (ibda’) dalam mengaplikasikan Islam, atau dalam melukis potret kehidupan kita.

Semua pembicaraan tentang kekuatan, dengan begitu, harus berhulu dan berhilir di sini : tentang kekuatan ilmu dan irodah pada skala individu, dan tentang kekuatan perencanaan dan aplikasi dalam skala komunitas.

Di sadur dari :

Inthilaq No.1 Th. II 4 Feb 1994 hal 64

No comments: