9.5.07

Bukan Institusi Atau Lainnya, Tapi Diri Kita

Roda zaman senantiasa berputar memberikan perubahan. Segalanya di dunia berubah, tak terkecuali si manusia yang mengemban amanah sebagai khalifah. Mungkin di dunia ini, selama ada dunia, hanya ada satu yang tak berubah, yaitu perubahan itu sendiri.

Perubahan, banyak faktor yang mengusungnya tak terkecuali di sini adalah teknologi. Mulai dari moyang kita yang naik sepeda batu (memangnya ada?) hingga kita yang sekarang naik roket. Manusia pun kena imbasnya. Pola pikirnya, kebiasan, adat, hingga bahkan fisik manusia itu sendiri juga ber"evolusi". Entah evolusi mana yang mana yang dimaksud, yang dianggap baikkah atau sebaliknya.

Pola perubahan manusia ini merupakan suatu hal yang menarik jika kita amati.Di sini saya akan melakukan pendekatan pada sisi sosio-indvidualnya dan selanjutnya akan kita bawa ke porsi di mana kita sebagai mahasiswa.

Dari sisi sosial, istilah persaingan telah ada sejak awal entah dalam bentuk kelompok atau pun "ifrod". Persaingan besar pertama yang mendunia dapat dilihat bagaimana zaman romawi kuno telah mampu mencapai puncak kejayaannya. Titik terpenting yang dapat diambil di dalamnya sebagai pelajaran adalah dalam kata persaingan.

Lahirnya ilmuwan terkemuka (satu individu) telah membawa kemajuan peradaban kelompoknya. Sangatlah jelas persaingan masa itu dilakukan atas nama lingkup kelompok (nasional). Tapi pada era selanjutnya, justru muncul persaingan multinasional yang berisi aliansi-aliansi untuk melakukan hubungan mutualisma. Dari sana nama besar lingkup yang menaungi sebuah bangsa seakan menjadi sesuatu yang didewakan.

Pelajaran yang dapat kita ambil?Nah, kita tahu fenomena di atas tak lepas dari penguasaan teknologi. Tapi waktu itu, nama institusi (dalam skala kecil) lebih dikedepankan, sehingga mengundang orang merasa wah hanya membawa nama kelompoknya. Sadarkah kita?Seberapa besarkah penguasaan kita akan teknologi itu sendiri? Mengapa hal ini saya tanyakan? Karena budaya yang ada, memang masih "mambu-mambu" ide zaman kolonial di atas.

Kasus sederhana, kita sebagai mahasiswa mungkin sudah berbangga jika dikatakan wah...mahasiswa ITS, mahasiswa ITB, UI atau lainnya. Kekaguman, ya itulah yang dirasakan orang,hanya karena mendengar nama ITS, ITB, UI bla bla. Wajar memang, tapi bagaimana jika dipertanykan tentang kapabilitas kita?

Ingat kawan (juga saya sendiri tentunya) era kita saat ini telah diambang pesaingan dalam sekup individual, bukan institusi lagi. Lihat kemajuan ICT di negara telah membawa program salah satunya pengisian content sebanyak-banyaknya dari resource kalangan akademik. Sehingga dosen pun bisa mempublish mata kuliahnya di web universitasnya masing-masing. Akses terbanyak pada web dosen di universitas bersangkutan membuktikan kapabilitas dosen tersebut.

Jadi sebagai mahasiswa persiapkan diri kalian, siapa kalian, seberapa kemampuan kalian akan diuji secara jantan dengan "kontak energi langsung". Siapa yang menjadi pemenang? tentu mereka yang mampu mengalahkan lawan. Ya, sekali lagi ingat kata persaingan.

Sekup individual yang dimaksudkan di atas untuk lebih luasnya tak hanya representasi dari persaingan, tapi penghargaan, reward, kerja sama nampaknya juga akan dilihat valuenya secara individual. Jikalau pun tidak, apa yang kita miliki tentunya menjadi tolak ukur penilaian akan diri kita yang akan tercermin di sana (dilihat dari kuantitas dan kualitas karya). Bukankah begitu?

Bukan bertujuan memihak ego, tapi apa yang saya tekankan adalah janganlah hanya "nunut jeneng wae" tunjukkan dirimu dengan siapa dirimu sebenarnya.

By : Labib Fayumi
TIf ITS
"Lagi Ngarang Nggak Jelas, Hiks"

No comments: